Wednesday, 15 January 2020

Rasio Finansial Dalam Perbankan

LCR (Liquidity Coverage Ratio)

Perbandingan antara High Quality Liquid Asset dengan total arus kas keluar bersih (net cash outflow) selama 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stres. Aset Likuid Berkualitas Tinggi atau High Quality Liquid Asset, yang selanjutnya disingkat HQLA, adalah kas dan/atau aset keuangan yang dapat dengan mudah dikonversi menjadi kas dengan sedikit atau tanpa pengurangan nilai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas Bank selama periode 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stres. Total Arus Kas Keluar Bersih, yang selanjutnya disebut Net Cash Outflow, adalah total estimasi arus kas keluar (cash outflow) dikurangi dengan total estimasi arus kas masuk (cash inflow) yang diperkirakan akan terjadi selama 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stres. Pemenuhan LCR ditetapkan paling rendah 100% (seratus persen) secara berkelanjutan (POJK No.42/POJK.03/2015).

LCR dimaksudkan untuk memastikan bahwa bank memiliki cukup stok HQLA yang tidak terikat (unencumbered HQLA) yang terdiri dari kas dan/atau aset-aset yang dapat dengan mudah dilikuiditas untuk kebutuhan likuiditas dalam periode 30 hari kalender skenario stres.

Ketika nilai LCR rendah maka bank tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan tepat waktu dikarenakan kurangnya modal yang mencukupi, sehingga ketika nilai LCR rendah dapat dianggap bahwa kinerja keuangan bank kurang baik. Semakin banyak nasabah yang didapat bank maka bank akan memperoleh banyak profit dari hasil penyaluran kredit. Sehingga bank memiliki modal yang cukup untuk memenuhi likuiditasnya. Kemudian modal tersebut digunakan kembali untuk menyalurkan kredit kepada nasabah yang kemudian akan menghasilkan profit. Hal ini menjadi landasan apabila nilai LCR tinggi maka nilai ROE juga tinggi karena besarnya profit yang diperoleh dari jumlah modal yang dimiliki bank.

NSFR (Net Stable Funding Ratio)
Rasio tersedianya pendanaan yang stabil relatif terhadap jumlah yang diperlukan pada pendanaan yang stabil. Standar ini mensyaratkan jumlah minimum dana yang diperkirakan akan stabil selama satu tahun berdasarkan faktor-faktor risiko likuiditas seperti aset dan off-balance sheet eksposur likuiditas. Rasio ini dimaksudkan untuk mempromosikan dana struktural jangka panjang dari neraca bank, off-balance sheet eksposur dan kegiatan pasar modal.

Net Stable Funding Ratio (NSFR) bertujuan untuk mengurangi risiko likuiditas terkait sumber pendanaan untuk jangka waktu yang lebih panjang dengan mensyaratkan Bank mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil yang memadai dalam rangka memitigasi risiko kesulitan pendanaan pada masa depan.
(POJK No.50/POJK.03/2017) Bank wajib memelihara pendanaan stabil yang memadai yang dihitung dengan menggunakan Net Stable Funding Ratio (NSFR) dan ditetapkan paling rendah 100% (seratus persen). NSFR adalah perbandingan antara pendanaan stabil yang tersedia (available stable funding/ASF) dengan pendanaan stabil yang diperlukan (required stable funding/RSF).
          ASF (𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑎𝑚𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑠𝑡𝑎b𝑙𝑒 𝑓𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛g)
Jumlah liabilitas dan ekuitas yang stabil selama periode 1 (satu) tahun untuk mendanai aktivitas Bank.
          RSF (𝑅𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑓𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔)
Jumlah aset dan transaksi rekening administratif yang perlu didanai oleh pendanaan stabil.

CAR (Capital Adequacy Ratio)
Rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Rasio ini menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh equity bank yang tersedia.
Rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan perbankan dalam menyediakan dana yang digunakan untuk mengatasi kemungkinan risiko kerugian.
Penyediaan modal minimum sebagaimana POJK NOMOR 11 /POJK.03/2016 ditetapkan paling rendah :

  1. 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 1;
  2. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 2;
  3. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 3; atau
  4. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5.
ROA (Return On Assets)
Kemampuan perbankan dalam menghasilkan profit atau laba (Rasio Profitabilitas) dengan membandingkan laba bersih dengan sumber daya atau total aset yang dimiliki. Memberikan gambaran seberapa efektif perbankan dalam menggunakan asetnya dalam menghasilkan pendapatan. Semakin besar nilai ROA semakin baik kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba. Menurut ketentuan Bank Indonesia standar yang paling baik untuk ROA dalam ukuran bank-bank Indonesia minimal 1,5%. (SE BI No. 6/23/DPNP Tahun 2004)
ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan asset yang dimilikinya, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.

ROE (Return on Equity)
Rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan modal yang dimiliki perbankan, untuk mengukur kinerja keungan dalam perbankan. Standar ROE menurut PBI No.6/10/PBI/2004 ialah sebesar 5%-12,5%. Semakin besar ROE, maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh bank yang berdampak pada semakin baik pula posisi bank dari segi pengelolaan modal. Semakin tinggi return maka semakin baik karena berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga semakin besar

LDR (Loan to Deposit Ratio)
Jumlah kredit yang diberikan yang dibiayai dengan dana pihak ketiga.  LDR ini merupakan salah satu rasio likuiditas kesehatan bank, dimana semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Bank yang dapat menjaga likuiditasnya akan semakin dari terhindar dari kondisi bermasalah, sehingga meningkatkan kemampuan suatu bank dalam memperoleh profitabilitas yang optimal. NOMOR 17/11/PBI/2015 Batas bawah target sebesar 78% & batas atas target untuk Bank ditetapkan sebesar 94%.

NPL (Non-Performing Loan)

Tingkat kolektibilitas kredit yang dianggap bermasalah yang masuk dalam kriteria kurang lancar, diragukan dan macet, jumlah kredit bermasalah tersebut lalu dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan. (PBI) menetapkan bahwa standar rasio NPL/NPF adalah maksimal 5% (17/11/PBI/2015). Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk likuiditas bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Non Performing Loan (NPL) ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Jika kredit bermasalah dalam suatu bank terjadi, maka bank dapat dikatakan tidak likuid.

NIM (Net Intererest Margin)

Mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih ini diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. NIM mencerminkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh bank. Rasio ini menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya.

Rumus Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 adalah sebagai berikut:

Fungsi :
·  Semakin besar rasio ini semakin baik kinerja bank dalam menghasilkan pendapatan bunga. Namun harus dipastikan bahwa ini bukan karena biaya intermediasi yang tinggi, asumsinya pendapatan bunga harus ditanamkan kembali untuk memperkuat modal bank.
·  Semakin besar rasio ini maka semakin meningkat pula pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

· Semkin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil dan kinerja bank tersebut akan semakin baik. 

NIM (Net Intererest Margin)


Rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Semakin besar BOPO maka akan semakin kecil atau menurun kinerja keuangan perbankan. Begitu juga sebaliknya, jika BOPO semakin kecil, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan bank semakin meningkat atau membaik. Nilai rasio BOPO yang ideal berada antara 50-75% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. (LPIP OJK Triwulan II, 2017).Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (BI), standar BOPO adalah dibawah 92%. Semakin rendah rasio BOPO maka akan menunjukkan tingkat efisiensi suatu bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya. 

Lao Tzu

  Kata Bijak Kehidupan Lakukan hal-hal sulit selagi masih mudah & Lakukan hal-hal besar saat masih kecil. Perbuatan Besar berawal dari p...