Sunday, 31 January 2021

Serat Wédhatama Pupuh Pangkur (Pada 1-14)

Pada 1
Mingkar mingkuring angkara, (Meredam nafsu angkara dalam diri)
Akarana karanan mardi siwi, (Hendak berkenan mendidik putra-putri)
Sinawung resmining kidung, (Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta, (dihias penuh variasi)
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung, (agar menjiwai hakekat ilmu luhur,)
Kang tumrap neng tanah Jawa, (yang berlangsung di tanah Jawa (Nusantara)
Agama ageming aji. (agama sebagai “pakaian” kehidupan)
 
Pada 2
Jinejer neng Wedatama, (Disajikan dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi, (agar jangan miskin pengetahuan)
Mangka nadyan tuwa pikun, (walaupun sudah tua pikun)
Yen tan mikani rasa, (jika tidak memahami rasa sejati (batin)
Yekti sepi asepa lir sepah samun, (niscaya kosong tiada berguna bagai ampas, percuma sia-sia)
Samangsane pasamuan, (di dalam setiap pertemuan)
Gonyak ganyuk nglelingsemi. (sering bertindak ceroboh memalukan)
 
Pada 3
Nggugu karsaning priyangga, (Mengikuti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling, (Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi))
Lumuh ing ngaran balilu, (Namun tak mau dianggap bodoh,)
Uger guru aleman, (Selalu berharap dipuji-puji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu, (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak)
Sinamun ing samudana, (berwatak rendah hati)
Sesadon ingadu manis, (selalu berprasangka baik.)
 
Pada 4
Si pengung nora nglegawa, (sementara) Si dungu tidak menyadari)
Sangsayarda deniro cacariwis, (Bualannya semakin menjadi jadi)
Ngandhar-andhar angendhukur, (ngelantur bicara yang tidak-tidak,)
Kandhane nora kaprah, (Bicaranya tidak masuk akal,)
saya elok alangka longkanganipun, (makin aneh tak ada jedanya.)
Si wasis waskitha ngalah, (Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,)
Ngalingi marang si pingging. (Menutupi aib si bodoh.)
 
Pada 5
Mangkono ngelmu kang nyata, (Demikianlah ilmu yang nyata,)
Sanyatane mung weh reseping ati, (Senyatanya memberikan ketentraman hati,)
Bungah ingaran cubluk, (Tidak merana katakan bodoh,)
Sukeng tyas yen denina, (Tetap gembira jika dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumrunggung, (Tidak seperti si dungu yang selalu sombong)
Ugungan sadina dina, (Ingin dipuji setiap hari)
Aja mangkono wong urip. (Janganlah begitu caranya orang hidup.)
 
Pada 6
Urip sepisan rusak, (Hidup sekali saja berantakan)
Nora mulur nalare ting saluwir, (Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut)
Kadi ta guwa kang sirung, (Umpama goa gelap menyeramkan)
Sinerang ing maruta, (Dihembus angin)
Gumarenggeng anggereng, (Suaranya gemuruh menggeram)
Anggung gumrunggung, (berdengung, menggerunum)
Pindha padhane si mudha, (Seperti halnya watak anak muda)
Prandene paksa kumaki, (masih pula berlagak congkak)
 
Pada 7
Kikisane mung sapala, (Tujuan hidupnya begitu rendah)
Palayune ngendelken yayah wibi, (Maunya mengandalkan orang tuanya)
Bangkit tur bangsaning luhur, (Yang terpandang serta bangsawan)
Lha iya ingkang rama, (Itu kan ayahmu)
Balik sira sarawungan bae durung, (Sedangkan kamu kenal saja belum)
Mring atining tata krama, (akan hakikatnya tata krama)
Nggon anggon agama suci. (dalam ajaran yang suci)
 
Pada 8
Socaning jiwangganira, (Cerminan dari dalam jiwa raga mu)
Jer katara lamun pocapan pasthi, (Nampak jelas walau tutur kata halus)
Lumuh asor kudu unggul, (Sifat pantang kalah maunya menang sendiri)
Semengah sesongaran, (Sombong besar mulut)
Yen mangkono keno ingaran katungkul, (Bila demikian itu, disebut orang yang terlen)
Karem ing reh kaprawiran, (Puas diri berlagak tinggi)
Nora enak iku kaki. (Tidak baik itu nak !)
 
Pada 9
Kekerane ngelmu karang, (Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa)
Kekarangan saking bangsaning gaib, (Rekayasa dari hal-hal gaib)
Iku boreh paminipun, (Itu umpama bedak)
Tan rumasuk ing jasad, (Tidak meresap ke dalam jasad)
Amung aneng sajabaning daging kulup, (Hanya ada di kulitnya saja nak)
Yen kapengok pancabaya, (Bila terbentur marabahaya)
Ubayane mbalenjani. (bisanya menghindari)
 
Pada 10
Marma ing sabisa-bisa, (Karena itu sebisa-bisanya,)
Bebasane muriha tyas basuki, (Upayakan selalu berhati baik)
Puruita-a kang patut, (Bergurulah secara tepat)
Lan traping angganira, (Yang sesuai dengan dirimu)
Ana uga angger ugering kaprabun, (Ada juga peraturan dan pedoman bernegara, )
Abon aboning panembah, (Menjadi syarat bagi yang berbakti, )
Kang kambah ing siyang ratri. (yang berlaku siang malam.
 
Pada 11
Iku kaki takok-eno, (Itulah nak, tanyakan)
marang para sarjana kang martapi  (Kepada para sarjana yang menimba ilmu)
Mring tapaking tepa tulus, (Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar)
Kawawa nahen hawa, (dapat menahan hawa nafsu)
Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu  (Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu)
Tan mesthi neng janma wredha  (Yang tidak harus dikuasai orang tua)
Tuwin mudha sudra kaki. (Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !)
 
Pada 12
Sapantuk wahyuning Alah (Siapapun yang menerima wahyu Tuhan)
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, (Dengan cermat mencerna ilmu tinggi)
Bangkit mikat reh mangukut, (Mampu menguasai ilmu kasampurnan)
Kukutaning jiwangga, (Kesempurnaan jiwa raga)
Yen mengkono kena sinebut wong sepuh, (Bila demikian pantas disebut “orang tua” )
Lire sepuh sepi hawa, (Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu)
Awas roroning atunggil  (Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan)
 
Pada 13
Tan samar pamoring sukma, (Tidak lah samar-samar saat sukma menyatu)
Sinuksmaya winahya ing ngasepi, (meresap terpatri dalam keheningan semadi)
Sinimpen telenging kalbu, (Diendapkan dalam lubuk hati)
Pambukaning warana, (menjadi pembuka tabir)
Tarlen saking liyep layaping aluyup, (berawal dari keadaan antara sadar dan tiada)
Pindha pesating sumpena, (Seperti terlepasnya mimpi)
Sumusuping rasa jati. (Merasuknya rasa yang sejati)
 
Pada 14
Sejatine kang mangkana, (Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan)
Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi, (Kembali ke alam yang mengosongkan)
Bali alaming ngasuwung, (tidak mengumbar nafsu duniawi)
Tan karem arameyan, (yang bersifat kuasa menguasai)
Ingkang sipat wisesa winisesa wus, (Kembali ke asal muasalmu)
Mulih mula ulanira. (Oleh karena itu)
Mulane wong anom sami. (wahai anak muda sekalian)

Serat Wédhatama

 Karya Tulisan : Kanjeng Gusti Pangéran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagara IV (Radèn Mas Sudira) Lahir Senin Paing, tanggal 8 Sapar, tahun Jimakir, Windu Sancaya, tahun Jawa 1738 (Masehi 3 Maret 1811)

    Serat Wedhatama dari sudut pandang semantik yang dibagi kedalam tiga buah suku kata yaitu serat (tulisan), wedha (pengetahuan) dan tama (baik, tinggi dan luhur). Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra yang memuat pengetahuan dalam mencapai keluhuran hidup umat manusia, serta merupakan sebuah ajaran yang mengajarkan cara manusia berelasi dengan sesama manusia, manusia berelasi dengan Tuhan serta cara manusia berelasi dengan dirinya sendiri. Serat Wedatama mengajarkan banyak tuntunan moral sebagai bagian dari pendidikan karakter yang dapat diklasifikasikan sebagai etika pribadi/prilaku pribadi, sebab merupakan tuntunan etis yang lebih ditujukan pada diri sendiri. Sebagaimana ajaran-ajaran dalam kultur Jawa, Serat Wedatama menekankan pengembangan ketajaman rasa, sejalan dengan pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual,

    Struktur Serat Wedatama berbentuk tembang macapat mengandung makna yang tersembunyi selain makna tembang macapat itu sendiri. Pemilihan pupuh-pupuh tentunya tidak sembarangan, memberikan makna jika seseorang sudah mengetahui fenomena diharapkan dapat mencari ilmu dengan berguru pada orang yang lebih  tahu akan ilmunya sehingga pupuh disusun saling berkaitan sehingga jika seseorang manusia sudah mengenal dengan ilmunya maka manusia diharapkan dapat mengamalkannya. Tersusun atas lima pupuh yaitu : 

  1. Pangkur menjelaskan cara untuk memiliki identitas atau menjadi pribadi dengan figur yang baik. Bermakna sebagai pembuka yang menceritakan sifat manusia yang mempunyai berbudi luhur dan sifat manusia yang mempunyai sifat bodoh, sombong dan malas. Terdiri 14 Pada (1-14)
  2. Sinom berisi tentang kewajiban, hak dan dasar-dasar spiritual dalam menjalani kehidupan. Memberikan makna jika seseorang sudah mengetahui permasalahannya itu diharapkan dapat mencari ilmu dengan berguru pada orang yang lebih tahu akan ilmu tersebut. Terdiri 18 Pada (15-32).
  3. Pocung memuat makna pentingnya perjuangan manusia dalam mendapatkan kekuasaan, kekayaan dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan. Terdiri 16 Pada (33-47).
  4. Gambuh membantu dalam memahami agama meliputi sembah catur (raga, cipta, jiwa, rasa). Terdiri 34 Pada (48-82).
  5. Kinanthi mengajarkan konsep menjalankan hidup dengan baik. Terdiri 18 Pada (83-100).

Pustaka :

  • Pradipta Christy Pratiwi & Yohanes Suwanto (2018), Serat Wedhatama Sebagai Salah Satu Warisan Budaya Jawa, ISSN 2477-1686, Vol.4. No.12, Juni 2018
  • Sumarno. (2012). Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Serat Wedhatama. Jurnal Partrawidya.
  • Suwardi. (2006) Dasar-Dasar Pembelajaran Tembang, Bahan Pelatihan Bahasa Jawa SMA/MA/SMK Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang
  • Urbayatun, S. & Diponegoro, A. M. (2015). Terapan ajaran dalam serat wedhatama untuk mengatasi problem psikologis pada ibu-ibu wilayah cangkringan, sleman, pasca erupsi merapi. Paper dipresentasikan dalam Seminar Nasional: Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  • Wibawa, S. (2013). Filsafat Jawa dalam Serat Wedhatama. Jurnal Ikadbudi, Vol. 2, Desember 2013.
  • wikipedia.org
  • www.jooinfoo.com/


Lao Tzu

  Kata Bijak Kehidupan Lakukan hal-hal sulit selagi masih mudah & Lakukan hal-hal besar saat masih kecil. Perbuatan Besar berawal dari p...