Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2009:121).
Berdasarkan ketentuan bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk bank yang
sehat harus memiliki CAR paling sedikit 8% dari ATMR. Hal ini didasarkan pada
ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International Settlements).
Semakin besar Capital Adquacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar.
Dengan kata lain semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan
yang diperoleh bank. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
2. Hubungan Antara NPL dan Profitabilitas Perbankan
Non Performing Loan menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi
rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah
kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Sehingga jika semakin besar Non Performing Loan (NPL)
akan mengakibatkan menurunnya Return On Assets, yang juga berarti kinerja
keuangan bank menurun.
3. Hubungan Antara LDR dan Profitabilitas Perbankan
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur seberapa besar
kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi
penangguhan. Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio Loan to Deposit
Ratio (LDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR) suatu bank berada pada angka di bawah 80% (misalkan 70%), maka dapat
disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 70% dari
seluruh dana yang berhasil dihimpun. Jika rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank
tersebut melebihi dana yang dihimpun. Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio
(LDR) menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin
rendah Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam
menyalurkan kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba. Perubahan Loan to
Deposit Ratio (LDR) bank yang berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia (80% - 110%), maka perubahan laba yang diperoleh oleh bank tersebut
akan meningkat (dengan asumsi bahwa bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya
dengan efektif).
4. Hubungan Antara NIM dan Profitabilitas Perbankan
Net Interest Margin (NIM) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga
bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban
bunga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan
operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit).
Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penenmpatan aktiva
produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk
rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkat
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan
bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin besar Net Interest Margin (NIM) suatu perusahaan, maka semakin besar
pula Return On Asset perusahaan tersebut, yang berarti kinerja keuangan
tersebut semakin membaik atau meningkat.
5. Hubungan Antara BOPO dan Profitabilitas Perbankan
BOPO merupakan rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya
(Dendawijaya, 2009:116). Rasio BOPO yang semakin meningkat mencerminkan
kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang
efisien dalam mengelola usahanya. Rasio yang sering disebut rasio efisien ini
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil BOPO berarti semakin
efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Begitu
pula sebaliknya semakin besar BOPO berarti semakin kurang efisien biaya
operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang bertujuan mengurangi risiko likuiditas terkait sumber pendanaan untuk jangka waktu yang lebih panjang dengan mensyaratkan Bank mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil yang memadai dalam rangka memitigasi risiko kesulitan pendanaan pada masa depan. NSFR juga bertujuan untuk membatasi ketergantungan pada pendanaan korporasi jangka pendek, mendorong penilaian risiko likuiditas terkait pendanaan yang lebih baik untuk seluruh posisi neraca dan rekening administratif, dan mendorong pendanaan yang stabil. Struktur pendanaan yang stabil bertujuan untuk mengurangi masalah pada sumber pendanaan Bank yang dapat mengganggu posisi likuiditas Bank dan berpotensi menyebabkan terjadinya stres sistemik yang lebih luas.
NSFR adalah perbandingan antara pendanaan stabil yang tersedia (available stable funding/ASF) dengan pendanaan stabil yang diperlukan (required stable funding/RSF). Formula yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut:
- ASF adalah jumlah liabilitas dan ekuitas yang stabil selama periode 1 (satu) tahun untuk mendanai aktivitas Bank.
- RSF adalah jumlah aset dan transaksi rekening administratif yang perlu didanai oleh pendanaan stabil.
Secara umum, jika bank yang tidak memiliki dana yang stabil dan murah harus menggunakan aset likuid atau lebih banyak pendanaan eksternal untuk memenuhi permintaan dana, dan dengan demikian meningkatkan biaya pendanaannya. Seperti yang terlihat, hubungan antara biaya dan laba secara langsung menyiratkan bahwa semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan bank dalam memperoleh dana, semakin rendah pula keuntungannya. Hal ini dikonfirmasi oleh Pasiouras dan Kosmidou (2007) yang berpendapat bahwa bank-bank dengan kebutuhan pendanaan eksternal yang lebih rendah menghadapi biaya yang lebih rendah sehingga menghasilkan profitabilitas yang lebih tinggi. Argumen ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Berger (1995), Goddard et. Al. (2004) dan Kosmidou (2008).