Friday, 30 November 2018

Kebijakan Dividen

Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham disamping capital again. Rasio pembayaran dividen ( dividend-payout ratio ) menentukan jumlah saldo laba dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi, dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. Aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan saldo laba perusahaan

Implikasi Kebijakan Perusahaan
Perusahaan harus berupaya untuk membuat kebijakan dividen yang akan memaksialkan kesejahteraan pemegang saham. Kebanyakan orang akan setuju, jika perusahaan tidak memiliki peuang investasi yang cukup menguntungkan, oleh karena itu perusahaan seharusnya mendistribusikan kelebihan dananya kepada para pemegang saham
Untuk mendukung alasan perusahaan membayar dividen lebih besar dari pada sekedar menyesuaikan dengan jumlah laba yang tersisa setelah menggunakan preferensi bersih untuk dividen di pasar. 

Teori Dividen Residual ( Residual Theory of Dividends )
  • Menurut teori dividen residual, perusahaan menetapkan kebijakan ividen setelah semua invetasi yang menguntungkan habis dibiayai. Dengan kata lain, dividen yang dibayarkan merupaka sisa ( residual ) setelah semua usulan investasi yang menguntungkan habis di biayai. 
  • Kebijakan dividn residual jika dilakukan akan menyebabkan fluktuasi pembayaran dividen yang sangat tinggi. Pada saat perusahaan mempunyai banyak ususlan investasi, dividen tidak dibayarkan. Sebaliknya, pada saat usulan investasi sedikit, divien yang dibayarkan cukup besar. Pembayaran dividen yang tidak stabil bisa merugikan atau menurunkan harga saham ( efek informasi dividen ). Karena itu, dengan menggabungkn kebijakan dividen residual dan pembayaran dividen yang stabil, yaitu kebijakan smoothed residual dividend policy.


Langkah yang di ambil perusahaan dalam metode ini ialah :
  • Memperkirakan pendapatan dan kesempatan investasi untuk jangka waktu panjang, misal 5-10 tahun mendatang
  • Menghitung rata-rata sisa ka yang bisa ibagikan sebagai dividen dalam jangka waktu tersebut.
  • Menetapkan target rasio pembayaran dividen selama jangka waktu tersebut.
  • Dengan demikian smoothed residual dividend policy dipakai untuk memperkirakan target rasio pembayaran dividen jangka panjang, bukannya untuk tahun tertentu.


Faktor dalam Kebijakan Dividen
Kesempatan Investasi
Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. Akan lebih baik jika dana itanmkan pada investasi yang menghasilkan NPV yang positif.
Profitabilitas dan Likuiditas
Perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitasyang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.
Akses ke pasar keuangan
Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, maka perusahaan bisa mebayar dividen lebih tinggi
Stabilitas pendapatan
Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kasa dimasa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat.

Dividen Saham & Stock Split
Dividen saham semata-mata merupakan pembayaran berupa saham baiasa tambahan kepada para peegang saham. Dividen ini tidak lebih dari sekedar perpindahan catatan pembukuan dalam akun ekuitas pemegang saham dilaporan posisi keuangan (neraca) perusahaan. Konsekuensi dari dividen saham dan pemecahan saham adalah bertambahnya jumlah saham yang beredar. Tapi karena tidak ada nilai tambah, maka harga saham perlembar menjadi lebih kecil. Total efek dari dividen saham dan pemecahan saham tidak ada, dengan kata lain nilai total perusahaan atau saham akan sama.

Lease Financing

Financial Accounting Standard Board (FASB-13):
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.

The International Accounting Standard (IAS-17):
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu.

The Equipment Leasing Association (ELA-UK):
Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang (asset) tertentu langsung dari pabrik atau agen penjual dari lessee. Hak kepemilikan barang tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. (Dahlan Siamat, 2001:293)

Pihak Utama Terkait Dalam Leasing , yaitu:

  • Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang memiliki hak kepemilikan atas barang
  • Lessee adalah perusahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada akhir perjanjian
  • Supplier adalah pihak penjual barang yang disewa guna usaha.


Pendanaan Sewa :

  • Sewa (Lease) adalah sebuah kontrak. Menurut istilah pemilik asset (pihak yang menyewakan/lessor) memberikan hak eksklusif kepada pihak lainnya (pihak penyewa/lessae) untuk menggunakan asset tersebut dalam periode tertentu dengan membayar sewa.
  • Dalam sewa ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyewa dan dibayarkan secara periodik biasanya perbulan atau per tiga bulan.
  • Dalam jasa penuh (jasa perawatan) pihak yang menyewakan membayar perawatan, perbaikan, pajak dan asuransi. 
  • Dalam sewa neto (net lease) penyewa membayar biaya-biaya ini.
  • Sewa ada yang dapat dibatalkan dan tidak dapat dibatalkan.
  • Sewa yang dapat dibatalkan misal sewa operasional(operating lease) yang bersifat jangka pendek. Sedangkan sewa yang tidak dapat dibatalkan adalah sewa keuangan (financial lease) memiliki jangka waktu yang lebih panjang.
  • Dalam kontrak sewa ada pilihan bagi penyewa saat jatuh tempo yakni mengembalikan aset yang disewa, memperbaharui sewa untuk satu periode lagi dan membeli aset yang disewa.


Klasifikasi Leasing

1. Capital Lease
a. Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.
b. Sale and lease back
Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan direct finance lease. Di sini lessee memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya.

2. Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.

3. Sales type lease (Lease Penjualan)
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.

4. Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.

5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda.

Penggolongan Perusahaan Leasing :

  • Independent Leasing Company
  • Captive Lessor
  • Lease Broker atau Packager

Alasan Ekonomi :

  • Alasan utama adanya sewa adalah perusahaan, lembaga keuangan dan individu memperoleh keuntungan pajak dari kepemilikan asset
  • Perbedaan pajak lainnya berkaitan dengan pajak minimum alternative (alternative minimum tax/AMT).


Perlakuan Pajak :

  • Untuk tujuan pajak penyewa dapat mengurangi keseluruhan jumlah pembayaran sewa dalam sewa (berorientasi pajak) yang terstruktur dengan baik.
  • Internal Revenue Service (IRS-kantor pajak di Amerika Serikat) perlu yakin kontrak sewa benar-benar menunjukan sewa dan bukan angsuran pembelian asset
  • Karena pembayaran sewa dapat dikurangkan untuk tujuan pajak
  • Jika kontrak memenuhi kondisi yang disebutkan pembayaran sewa penuh dapat dikurangkan untuk tujuan pajak


Kelebihan Leasing :
Pembiayaan Penuh
Lebih Fleksibel
Sumber Pembiayaan Alternatif
Off Balance Sheet
Arus Dana
Proteksi Inflasi
Perlindungan Akibat Kemajuan Teknologi
Sumber Pelunasan Kewajiban
Kapitalissi Biaya
Risiko Keusangan
Kemudahan Penyusutan anggaran
Pembiayaan Proyek Skala Besar
Meningkatkan Debt Capacity

Kekurangan Leasing :
Hak kepemilikan barang akan berpindah
Biaya yang ditimbulkan cukup besar
Barang modal tidak dapat dijadikan jaminan
Resiko yang melekat pada peralatan atau barang modal itu sendiri
Fluktuasi bunga

Friday, 23 November 2018

Sumber Pendanaan Jangka Panjang

Sumber dana jangka panjang merupakan sumber dana yang memiliki jangka waktu panjang yaitu lebih dari 10 tahun. 

Sumber dana jangka panjang, meliputi:
Obligasi
Saham preferen 
Saham Biasa

Obligasi
  • Obligasi adalah surat pengakuan hutang perusahaan kepada pihak lain yang memiliki nilai nominal tertentu dan jangka waktu tertentu (waktu jatuh tempo) serta perusahaan yang mengeluarkannya diwajibkan membayar bunga tertentu yang tertera pada surat tersebut. 
  • Obligasi merupakan instrumen hutang jangka panjang dengan jatuh tempo (maturity) akhir lebih dari atau sama dengan 10 tahun yang dikeluarkan  oleh perusahaan dan dijual ke investor. Penjualan bisa  dilakukan melalui Bursa keuangan dan dicatatkan  (Public Placement) atau bisa langsung dijual ke  investor potensial (Private Placement). 
  • Jika surat berharga memiliki maturitas lebih pendek dari 10 tahun, maka surat berharga tersebut dinamakan wesel.
  • Obligasi merupakan jenis pendanaan berjangka panjang dengan beban tetap (fixed income securities). 
  • Surat berharga ini memberikan pendapatan dengan jumlah tetap kepada pemiliknya berupa bunga obligasi.


Istilah-Istilah dalam Obligasi
A. Nilai Nominal
Nilai nominal (par value) untuk obligasi mengacu kepada jumlah yang dibayarkan pada pemberi pinjaman pada saat obligasi mencapai maturitas (jatuh tempo). Nilai nominal ini disebut juga pokok pinjaman atau nilai pari.

B. Tingkat Bunga
Tingkat bunga (coupon rate) obligasi yang dinyatakan disebut suku bunga kupon. 
Misalnya suku bunga kupon 13 %, berarti penerbit obligasi akan membayar pemegang obligasi sebesar Rp. 130.000,- setiap tahunnya sebagai bunga untuk setiap obligasi dengan nilai nominal Rp. 1.000.000,-.

C. Waktu Jatuh Tempo 
Obligasi memiliki jatuh tempo (maturity) yang dinyatakan dalam obligasi tersebut. Jatuh tempo merupakan waktu pada saat perusahaan penerbit obligasi diwajibkan membayar pemegang obligasi sebesar nilai nominal obligasi tersebut.

Jenis-Jenis Obligasi
Debenture (Surat Utang)
Debenture Bernilai Rendah
Obligasi Penghasilan (Income Bond)
Obligasi Sampah (Junk Bond)
Obligasi Hipotik (Mortgage Bond)
Sertifikat Perwalian Peralatan

1. Debenture
  • Debenture adalah hutang jangka panjang (obligasi) tanpa jaminan. 
  • Karena debenture tidak dijamin dengan kekayaan perusahaan, pemegang debenture menjadi kreditur umum perusahaan pada saat perusahaan dilikuidasi à investor akan melihat kemampuan menghasilkan laba perusahaan sebagai penjamin. 
  • Walaupun tidak memiliki jaminan, pemegang debenture mendapat perlindungan dalam bentuk persyaratan atau batasan-batasan dalam perjanjian (misal: jaminan negatif à perusahaan penerbit obligasi dilarang menjaminkan aktiva perusahaan yang belum dijaminkan kepada kreditur lain)


2. Debenture Bernilai Rendah (Subordinated debenture)
  • Debenture bernilai rendah merupakan hutang tanpa jaminan dengan tuntutan terhadap aktiva di bawah debenture. Jika terjadi likuidasi, pemegang debenture bernilai rendah ini menerima pembayaran hanya jika seluruh kreditur dengan nilai lebih tinggi dibayar. 
  • Debenture bernilai rendah ini memiliki hak untuk menuntut pembayaran pada saat likuidasi lebih dulu daripada pemegang saham preferen dan saham biasa.


3. Obligasi Penghasilan (Income Bond)
  • Suatu perusahaan wajib membayar bunga atas obligasi penghasilan hanya pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan. 
  • Pembayaran bunga ini bersifat kumulatif, yaitu bila perusahaan tidak membayar bunga di tahun tertentu maka dapat diakumulasikan untuk periode berikutnya, dengan syarat laba perusahaan mencukupi. 
  • Obligasi penghasilan ini memiliki peringkat pembayaran yang lebih tinggi dari saham preferen, saham biasa dan hutang bernilai rendah jika perusahaan dilikuidasi.


4. Obligasi Sampah (Junk Bond)
  • Obligasi sampah disebut juga obligasi yang memberikan hasil tinggi, karena memiliki risiko yang tinggi dan tanpa menggunakan jaminan. 
  • Obligasi ini diterbitkan sehubungan dengan perusahaan membutuhkan leverage yang tinggi (leverage buyout) di mana perusahaan menghadapi kesulitan dan risiko kegagalan, sehingga hanya sedikit investor yang mau menanamkan modalnya pada obligasi sampah ini.


5. Obligasi Hipotik (Mortgage Bond)
  • Obligasi hipotik adalah obligasi yang diterbitkan dengan jaminan hipotik kekayaan perusahaan penerbit obligasi. 
  • Hipotik merupakan dokumen resmi yang memberikan pemegang obligasi hak gadai atas aktiva yang dijaminkan. 
  • Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutangnya pada jatuh tempo, maka jaminan tersebut dapat dijual untuk melunasi hutangnya. 
  • Namun jika dalam penjualannya dibawah nilai obligasi, maka untuk sisanya (kekurangan pembayaran) pemegang obligasi diperlakukan menjadi kreditur umum.


6. Sertifikat Perwalian Peralatan(Equipment Trust Certificate, ETC)
  • Dalam model pendanaan ini, perusahaan menandatangani perjanjian dengan perusahaan manufaktur untuk pembuatan peralatan khusus. 
  • Pada saat peralatan diterima, sertifikat perwalian peralatan dijual kepada investor. 
  • Hasil penjualan ini ditambah uang muka dari perusahaan yang digunakan untuk membayar perusahaan manufaktur. 
  • Hak atas peralatan dipegang oleh trustee yang kemudian menyewakan peralatan tersebut kepada perusahaan. 
  • Usia sewa berbeda-beda tergantung jenis peralatan, tetapi biasanya 15 tahun 


Saham Preferen
  • Saham preferen merupakan bentuk saham tetapi  mempunyai karakteristik obligasi. Pemegang saham  preferen memperoleh dividen. Tetapi dividen tersebut  seperti bunga yaitu besarnya tetap. Tetapi risiko saham  preferen lebih tinggi dibandingkan dengan risiko  pemegang hutang dan lebih rendah dibandingkan  dengan risiko saham biasa (dari sudut pandang  investor). Jika perusahaan tidak bisa membayar  dividen saham preferen, perusahaan tidak bisa  dinyatakan bangkrut. Pemegang saham preferen  mempunyai prioritas lebih tingi dibandingkan  pemegang saham biasa dalam hal pembagian dividen  dan distribusi kas dari penjualan aset apabila perusahan  bangkrut, karena itu saham preferen juga disebut surat  berharga senior (dibandingkan saham biasa).
  • Jika terjadi likuidasi, tuntutan pemegang saham preferen atas aktiva berada pada urutan setelah kreditur namun sebelum pemegang saham biasa. 
  • Dari sisi perusahaan yang mengeluarkan saham preferen manfaat utama yang diperoleh adalah bahwa pembayaran dividen atas saham preferen relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan bunga hutang.


Jenis-Jenis Saham Prefren

1. Saham preferen kumulatif 
Pada saham preferen kumulatif selalu diperhitungkan kewajiban pembayaran dividennya sebelum membayar dividen kepada pemegang saham biasa.

2. Saham preferen partisipasi 
Merupakan saham preferen dimana pemiliknya juga berhak menerima dividen tambahan jika pemilik saham biasa juga menerima dividen tambahan à pemegang saham preferen jenis ini diberikan kesempatan untuk berpartisipasi (menikmati) nilai sisa laba perusahaan berdasarkan jumlah yang disepakati.

Hak Pemberian Suara apada Saham Preferen
  • Pemegang saham preferen memiliki hak prioritas di atas pemegang saham biasa terhadap aktiva dan laba, maka pemegang saham preferen tidak diberikan hak suara. 
  • Dalam keadaan perusahaan tidak dapat membayar dividen saham preferen misalnya sebanyak 4 kali, maka pemegang saham preferen tersebut diberi hak suara dalam rapat umum pemegang saham.

Keuntungan & Kelamahan Saham Preferen (dilihat dari sudut pandang perusahaan)
Keuntungan:
  • Karena saham preferen bukan merupakan hutang,  penggunaan hutang bisa dilakukan oleh perusahaan.  Rasio hutang terhadap total aset/total modal tidak akan  bertambah jika saham preferen digunakan
  • Berbeda dengan hutang, jika dividen saham tidak  dibayarkan, perusahaan tidak bisa dibangkrutkan.  Perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk  membayarkan dividen saham preferen
  • Kendali atas perusahaan biasanya masih di tangan  pemegang saham, sehingga hak suara pemegang saham  tidak berkurang (dilusi) jika saham preferen diterbitkan

Kelemahan:
  • Dividen yang dibayarkan kepada  pemegang saham preferen akan diperlakukan sebagai  pembayaran earning. Karena itu pembayaran dividen  saham preferen tidak bisa dipakai sebagai pengurang  pajak.


Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Pemegang saham memperoleh pendapatan dari dividen  dan capital gain (selisih antara harga jual dengan harga  beli).

Karakteristik Saham:
  • Hak Residu
  • Pengendalian Atas Perusahaan
  • Saham yang Diotoritasi, Saham yang Beredar dan Treasury Stock

Proses Go-Public
A. Sebelum Emisi
  • Manajemen merencanakan untuk go-public, yang  kemudian meminta persetujuan dari pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham untuk merubah  anggaran dasar perusahaan
  • Perusahaan mencari penjamin emisi, dan  lembaga lain yang berkaitan seperti profesi penunjang, lembaga penunjang, untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan.
  • Melakukan kontrak pendahuluan dengan bursa efek  
  • Melakukan penandatanganan perjanjian-perjanjian
  • Perusahaan (emiten) menyampaikan pernyataan  pendaftaran ke Bapepam
  • Melakukan ekspose terbatas di Bapepam
  • Bapepam kemudian mengevaluasi permohonan oleh  perusahaan tersebut. 
  • Bapepam kemudian memberi tanggapan tertulis, dan  memberikan pernyataan pendftaran efektif.

Emisi
  • Negosiasi antara perusahaan (emiten) dengan penjamin  emisi untuk menentukan harga penawaran ke penjamin  emisi. Pasar perdana merupakan istilah untuk pasar  dimana terjadi transaksi tersebut
  • Kemudian penjamin emisi melalui agen yang ditunjuk  menawarkan saham ke investor. Penjatahan dilakukan  oleh penjamin emisi, terutama jika permintaan melebihi  penawaran saham
  • Setelah melewati pasar perdana, saham siap  diperdagangkan di pasar sekunder sesudah dicatatkan  (listing) di Bursa Efek.

B. Sesudah Emisi
  • Perusahaan harus memberikan laporan berkala, seperti  laporan tahunan, dan laporan tengah tahunan
  • Perusahaan juga harus melaporkan kejadian penting  yang berkaitan dengan perusahaan, yang bisa  mempengaruhi kinerja perusahaan.

Penentuan Harga Saham
  • Pertama, perusahaan (emiten) atau perusahaan sekuritas  akan melihat rasio-rasio penilaian perusahaan lain yang  sejenis. Rasio-rasio yang bisa dipakai adalah PER (Price  Earning Ratio) dan PBV (Price to Book Value).
  • Kemudian pendekatan yang lebih kompleks seperti  penilaian dengan model discounted cash flow juga bisa dilakukan. Forecast aliran kas masa  mendatang perlu dibuat, kemudian biaya modal (tingkat  keuntungan yang disyaratkan) perlu dihitung.
  • Setelah itu, nilai atau harga saham bisa dihitung sebagai  present value dari aliran kas di masa mendatang, dengan  tingkat diskonto biaya modal. Setelah nilai harga saham  ditemukan, perusahaan sekuritas akan memperkirakan  respons pasar terhadap penawaran saham IPO tersebut.

Biaya Go-Public
  • Biaya yang dikeluarkan mencakup: (1) biaya eksplisit,  seperti biaya pencetakan prospektus, pembayaran  akuntan, ahli hukum, dan sejenisnya, dan (2) biaya  implisit, yaitu biaya kesempatan yang hilang dan  pengawasan publik yang menjadi lebih ketat.


Rincian Biaya Go-Public:
  • Spread / diskon untuk underwriter: perbedaan  antara harga penawaran dengan harga yang diterima oleh  perusahaan
  • Underpricing: perbedaan antara harga penutupan hari  pertama perdagangan di pasar sekunder dengan harga  penawaran.
  • Abnormal return yang negatif: jika perusahaan sudah  go-public dan kembali menjual saham ke publik  (menerbitkan SEO), ada kecenderungan harga saham  turun pada saat diumumkannya penerbitan SEO tersebut  (sekitar 3-4%)
  • Biaya Langsung: biaya tersebut dikeluarkan langsung,  di luar kompensasi untuk penjamin emsisi, misal untuk  membayar ahli hukum, biaya pendaftaran, penerbitan  prospektus
  • Biaya tidak langsung: biaya tersebut mencakup biaya  tidak langsung seperti waktu dan tenaga manajemen  yang hilang karena melakukan penjualan saham,  pengawasan publik yang menjadi lebih ketat
  • Green-shoe option: penjamin emisi mempunyai hak  untuk membeli saham pada harga penawaran jika terjadi  permintaan yang berlebihan atau oversubscribed.


Hak Pemegang Saham

a. Hak memberikan suara
  • Pemegang saham biasa adalah pemilik perusahaan, sehingga berhak untuk memilih dewan direksi. 
  • Dewan direksi kemudian memilih manajemen yang akan menjalankan operasi perusahaan. 
  • Para pemegang saham biasa berhak satu suara untuk setiap lembar saham yang mereka miliki, ada juga perusahaan yang memberikan satu hak suara bagi pihak atau orang yang memiliki saham dalam jumlah tertentu (hak suara kumulatif). 
  • Para pemegang saham yang tidak dapat hadir dalam RUPS  dapat memberikan suaranya melalui surat kuasa (proxy), yaitu surat yang ditanda tangani pemegang saham yang memberikan hak suara yang dimilikinya terhadap orang lain.


b. Hak untuk membeli saham baru
  • Anggaran perusahaan mengharuskan menerbitkan saham yang baru, maka hak prioritas dimiliki oleh pemegang saham lama untuk memiliki saham baru tersebut jika perusahaan menerbitkan saham biasa yang baru, maka pemegang saham biasa harus diberikan hak untuk memesan saham baru tersebut.


c. Hak memperoleh pembayaran dividen
  • Dividen merupakan bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. 
  • Laba yang dibagi adalah laba bersih setelah pajak. 
  • Apabila perusahaan tidak memperoleh laba, maka pemilik saham biasa tidak memperoleh dividen.

d. Hak atas aktiva setelah pembayaran yang lebih senior dalam likuidasi
  • Apabila perusahaan dilikuidasi, maka kewajiban perusahaan yang pertama adalah melunasi hutang kepada kreditur. 
  • Apabila kewajiban kepada kreditur telah terpenuhi, maka para pemegang saham memperoleh hak atas aktiva perusahaan.


Path Analysis

  • Analisa Jalur adalah suatu perluasan dari model regresi, yang digunakan untuk menguji cocok matriks korelasi terhadap dua atau lebih yang model-model kausal yang dibandingkan oleh peneliti.
  • Path analysis (PA) atau analisis jalur adalah analisis model kausal dari variabel independent (exogenous), variabel antara (endogenous), dan variabel dependen (endogenous) dan semua variabel terukur. 
  • Model ini pada umumnya dilukiskan dalam suatu gambar lingkaran dan arah panah (circle-and-arrow) dimana panah tunggal menandai sebagai penyebab. 
Model Jalur
  • Suatu model jalur adalah suatu diagram yang berhubungan secara independen, adanya perantara, dan variabel dependent. Panah tunggal menandai adanya yang menjadi penyebab antara variabel exogenous. 
  • Panah juga menghubungkan bentuk kesalahan dengan masing-masing variabel endogenous. Panah ganda menandakan adanya korelasi antara pasangan dari variabel exogenous. 
Jalur Penyebab 

Jalur ke variabel yang ditentukan meliputi (1) jalur yang langsung dari panah menuju ke variabel, dan (2) jalur yang dari variabel endogenous berhubungan dengan variable lain yang mempunyai panah menuju ke arah variabel yang ditentukan.

Variabel exogenous dan endogin.
  • Variabel exogenous dalam suatu model jalur adalah yang tidak mempunyai penyebab eksplisit (tidak ada panah ke arahnya, selain dari pengukuran bentuk kesalahan).
  • Variabel endogenous adalah variable yang mempunyai arah panah. Variabel endogenous meliputi variable kausal campuran dan variable-variabel dependent.
  • Variabel endogenous campuran mempunyai baik arah panah datang maupun keluar didalam diagram jalur. Sedangkan variable-variabel dependent hanya mempunyai panah datang.
Koefisien Jalur/Bobot Jalur
  • Suatu koefisien jalur adalah suatu koefisien regresi terstandardisasi (beta) yang menunjukkan efek langsung dari suatu variabel independent dalam suatu variabel dependent di dalam model jalur. 
  • Dengan begitu ketika suatu model mempunyai dua atau lebih variabel kausal, koefisien jalur merupakan koefisien parsial regresi yang mengukur tingkat efek dari satu variabel pada varibel yang lain dalam pengontrolan model jalur untuk variabel utama lainnya, penggunaan data yang terstandardisasi atau matriks korelasi sebagai input.
TIPE MODEL JALUR

Tipe Regresi Berganda

Model pertama ini sebenarnya merupakan pengembangan regresi berganda dengan menggunakan dua variabel exogenous, yaitu X1  dan X2 dengan satu variabel endogenous Y.

Model Mediasi


Model kedua adalah model mediasi atau perantara dimana variabel Y memodifikasi pengaruh variabel X terhadap variabel Z.

Model Kombinasi

Model ketiga ini merupakan kombinasi antara model pertama dan kedua, yaitu variabel X berpengaruh terhadap variabel Z secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi variabel Z melalui variabel Y.

Model Kompleks

Model keempat ini merupakan model yang lebih kompleks, yaitu variabel X1 secara langsung mempengaruhi Y2 dan melalui variabel X2 secara tidak langsung mempengaruhi Y2, sementara itu variabel Y2 juga dipengaruhi oleh variabel Y1. 

Model Recursif dan Non Recursif


Dari sisi pandang arah sebab akibat, ada dua tipe model jalur, yaitu recursif dan non recursif. Model recursif ialah jika semua anak panah menuju satu arah 

RUMUSAN MASALAH
  • Apakah terdapat pengaruh secara langsung X1 terhadap X2?
  • Apakah terdapat pengaruh secara langsung X2 terhadap X1?
  • Apakah terdapat pengaruh secara langsung X1 terhadap X4?
  • Apakah terdapat pengaruh X1 terhadap X3?
  • Apakah terdapat pengaruh secara tidak langsung X1 terhadap X4?
  • Apakah terdapat pengaruh X3 terhadap X4?
  • Apakah terdapat pengaruh X2 terhadap X3?
  • Apakah terdapat pengaruh secara langsung X2 terhadap X4?
  • Apakah terdapat pengaruh secara tidak langsung X2 terhadap X4?
TAHAPAN ANALISIS
  • Uji Linieritas dan signifikansi koefisien regresi dan korelasi 
  • Matriks Koefisien Korelasi sederhana antar variabel 
  • Persamaan struktural pada sub-struktur 1 X3 = Px3x1 X1 + Px3x2 X2 + e1 KOEFISIEN JALUR 1
  • Persamaan struktural pada sub-struktur 2 X4 = Px4x1 X1 + Px4x2 X2 + Px4x3 X3 + e2 KOEFISIEN JALUR 2

Tuesday, 13 November 2018

Does Fear of New Car Technologies Influence Brand Loyalty Relationship?

Introduction
               Saat ini, teknologi adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Masyarakat menantikan produk yang menawarkan sistem teknologi canggih yang dapat meningkatkan cara mereka melakukan sesuatu (yaitu selama mengemudi). Pertumbuhan pesat sistem teknologi yang diadopsi dalam industri otomotif telah memaksa pembuat mobil untuk membuat sistem teknologi tinggi ke dalam produk mobil mereka untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang dapat meningkatkan tingkat kekuatiran di kalangan konsumen otomotif (yaitu pengemudi). Dalam konteks penyelidikan ini, perasaan pelanggan (yaitu kecemasan) terhadap teknologi yang dipasang di mobil mereka akan menjadi poin penting untuk memahami niat pelanggan untuk mengulang pembelian mereka saat membeli mobil. Namun, Osswald dkk. (2012) mencatat bahwa ada tingkat kecemasan yang tinggi di masyarakat terhadap mobil berteknologi maju, yang dianggap sebagai perilaku pelanggan yang buruk.
Selain itu, karena penduduk di negara-negara industri seperti Amerika Utara, Eropa, dan Jepang tumbuh dengan lambat, kerugian pelanggan dapat menjadi bencana bagi perusahaan. Hal ini disebabkan lebih sedikit pelanggan baru yang tersedia untuk menggantikan mereka yang pergi (Blackwell et al., 2012). Dari konteks penelitian ini, pertumbuhan populasi yang lambat di negara berkembang seperti Malaysia, telah menyebabkan kesulitan perusahaan otomotif dalam memperoleh pelanggan baru (MIDA, 2012). Persaingan ketat dalam lingkungan bisnis telah mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan dalam membangun hubungan dekat dengan pelanggan mereka dan mendorong hubungan jangka panjang.

Karena fenomena ini, membangun dan mempertahankan loyalitas merek tidak mudah dicapai oleh perusahaan karena layanan yang ditawarkan kepada pelanggan tidak memuaskan dan pengiriman lambat, terlepas dari kualitas produk (Es, 2012).
               Oleh karena itu, pemasar perlu mengambil fenomena ini secara serius karena kualitas layanan dapat membantu mereka mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan loyalitas merek pelanggan (Yarimoglu, 2014). Selain itu, perusahaan dipaksa untuk menanamkan nilai yang sangat baik ke dalam produk dan layanan mereka karena individu saat ini dapat beralih merek dengan mudah karena berbagai merek hadir di pasar (Koller et al., 2011). Dengan demikian, perusahaan perlu memahami faktor penentu kesetiaan merek di antara pelanggan yang ada dan calon pelanggan.
Topik ini diharapkan menjadi prioritas dalam membangun merek, terutama di pasar yang tumbuh cepat dan berkembang (Meyer, 2014). Hal ini diterima dengan baik oleh para sarjana dan praktisi di bidang pemasaran bahwa setidaknya lima kali lebih hemat biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada dibandingkan dengan menarik pelanggan baru (Oladele dan Akeke, 2012). Kesetiaan merek adalah istilah yang banyak digunakan dan disalahgunakan. Meskipun banyak digunakan, banyak ahli menyelidiki determinan yang berbeda dari loyalitas merek pelanggan, sehingga kurangnya konsistensi dalam temuan investigasi (Es, 2012; Thompson et al., 2010; Sugiati et al., 2013; Kassim et al. , 2014). Asumsi yang sering adalah bahwa pelanggan yang puas adalah alasan bagi pelanggan untuk mengulang pembelian dari pemasok yang sama (Alex dan Thomas, 2011; Chinomona dan Sandada, 2013; Goel, 2014). Namun, banyak faktor lain yang dapat memengaruhi pelanggan untuk mengulang pembelian. Oleh karena itu, penyelidikan ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan penelitian dengan mengeksplorasi dan memeriksa faktor-faktor kunci yang mempengaruhi loyalitas merek, serta peran moderasi kecemasan teknologi dalam memperkuat hubungan antara kualitas layanan merek dan nilai merek terhadap loyalitas merek.

Literature Review
Sejak 1950-an, peneliti pemasaran telah melakukan beberapa penelitian dalam konteks branding (Bastos dan Levy, 2012) karena pentingnya meningkatkan penjualan (Li dan Green, 2011). Secara historis, loyalitas merek hanya dijelaskan dalam hal perilaku pelanggan (yaitu pembelian berulang) dan sejak 1969, Day meluncurkan konsep dua dimensi yang mencakup sikap dan perilaku (Sivarajah dan Sritharan, 2014). Namun, karena temuan yang tidak memadai mengenai dua dimensi kesetiaan pelanggan, peneliti di bidang pemasaran menambahkan dimensi lain yang dikenal sebagai komposit (Kaur dan Soch, 2013; Tabaku dan Kushi, 2013). Oleh karena itu, tiga dimensi (yaitu sikap, perilaku dan komposit) diperlukan untuk memahami dan mengukur level of brand loyalty (Chuah et al., 2014).
Dalam lingkungan bisnis yang semakin inovatif dan agresif, persaingan sengit terjadi di antara perusahaan. Salah satu faktor kunci keberhasilan perusahaan adalah bagaimana pelanggan mempersepsikan kualitas layanan yang ditawarkan kepada mereka (Auka et al., 2013), karena menentukan tingkat kepuasan mereka (Ivanauskienė dan Volungėnaitė, 2014). Ini karena, laba dan penjualan suatu perusahaan bergantung pada perilaku pelanggan (Rahman, 2014). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk fokus tidak hanya pada peningkatan kualitas produk mereka untuk menciptakan niat untuk membeli, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan mereka. Di masa lalu, sedikit usaha telah dihabiskan dalam mempertahankan hubungan dengan pelanggan setelah mereka membeli barang dalam bisnis ritel meskipun kualitas layanan Brand ditemukan untuk mendorong pelanggan dalam melakukan pembelian berulang dan tetap setia kepada Brand (Auka et al., 2013). Kualitas layanan Brand diakui sebagai sikap positif pelanggan terhadap suatu Brand (Chinomona et al., 2013). Namun, menawarkan layanan berkualitas tinggi bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan tingkat loyalitas Brand di antara pelanggan, karena kecemasan terhadap alat teknologi terbaru yang dipasang di mobil juga memainkan peran penting dalam memengaruhi loyalitas Brand pembeli.
Dalam dunia bisnis saat ini, setiap perusahaan berusaha menarik perhatian pelanggan potensial mereka dengan menanamkan nilai tinggi ke dalam produk mereka. Nilai Brand merupakan elemen penting dalam mendapatkan keunggulan kompetitif (Sugiati et al., 2013). Ini dapat didefinisikan sebagai apa yang pelanggan pikirkan tentang Brand, termasuk kesenjangan antara harga yang dibayarkan dan manfaat yang diperoleh dari produk yang ditawarkan oleh perusahaan (Thaichon et al., 2013). Pelanggan yang melihat produk atau layanan memiliki nilai lebih dari harapan mereka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian berulang dengan perusahaan yang sama (Alex dan Thomas, 2011; Goel, 2014) hal ini dapat diukur dengan memeriksa apakah Brand tersebut menawarkan harga yang wajar dan harga yang adil serta memberikan nilai tinggi atas uang yang dihabiskan dalam membeli produk, bukan dari pesaingnya (Auka et al., 2013). Berfokus pada nilai Brand membantu perusahaan untuk mempertahankan hubungan yang lebih lama dengan pelanggan karena membangun kepercayaan terhadap Brand produk (Hanzaee dan Andervazh, 2012) yang akhirnya akan mengarah pada loyalitas Brand (Geçti dan Zengin, 2013).
               Penelitian ini bertujuan untuk menambah sedikit pengetahuan dengan memasukkan FAKTOR kecemasan terhadap teknologi baru sebagai variabel ketika menguji tingkat loyalitas brand di antara konsumen otomotif. Seperti halnya dengan industri lain, penggunaan komponen elektronik dalam industri otomotif telah meningkat pesat karena berbagai aspek mengemudi mobil modern dikendalikan oleh teknologi elektronik canggih seperti akselerasi, pengereman, keamanan, dan navigasi (Osswald et al., 2012).
Selain itu, dengan teknologi terbaru, pabrikan mobil saat ini memproduksi banyak mobil hemat bahan bakar yang diyakini dapat melindungi lingkungan, sebagai tanggapan terhadap laporan bahwa transportasi bertanggung jawab atas sekitar 20 persen emisi gas rumah kaca global yang dilepaskan ke udara (Benthem dan Reynaert, 2015). Selanjutnya, teknologi dapat digunakan sebagai salah satu alat pencegahan dalam memberikan keamanan yang lebih besar dan menghindari pencurian (Laguador et al., 2013). Oleh karena itu, konsumen lebih memilih untuk membeli mobil yang lebih aman yang mencakup fitur keselamatan tambahan seperti airbag, sistem rem anti penguncian dan sistem alarm anti pencurian.
Baru-baru ini, para peneliti menunjukkan manfaat teknologi dalam industri otomotif, terutama dalam memberikan keamanan dalam hal informasi, lingkungan keselamatan dan bantuan tugas mengemudi (Osswald et al., 2012). Pesan di sini jelas: Rendahnya Kecemasan akan teknologi yang dipakai akan meningkatkan kepercayaan terhadap brand, sementara tingginya kecemasan kurangya teknologi mengurangi kepercayaan terhadap brand. Setelah pelanggan menempatkan kepercayaan mereka pada brand, mereka berniat untuk tetap setia dengan brand tersebut. Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen dalam industri teknologi terkait, diakui bahwa hubungan antara infrastruktur teknologi dan niat pelanggan untuk dimoderasi oleh kekuatiran akan teknologi (Yang dan Forney, 2013). Oleh karena itu, kecemasan akan teknologi diyakini berperan dalam memperkuat hubungan loyalitas brand.
Dalam studi sebelumnya, peneliti menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) dan Car Technology Acceptance Model (CTAM) untuk mengukur tingkat kecemasan di antara pengguna terhadap teknologi (Osswald et al., 2012; Gelbrich dan Sattler, 2014). CTAM merupakan perpanjangan dari Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Teori UTAUT terutama dikembangkan untuk menjelaskan dan memprediksi penerimaan pengguna terhadap teknologi dari konteks organisasi. Karena model UTAUT hanya digunakan untuk mengukur kecemasan dalam konteks komputer (Yang dan Forney, 2013) dan bukan dari konteks sistem teknologi lainnya seperti penggunaan teknologi dalam mobil (Osswald et al., 2012), CTAM telah diperkenalkan oleh Venkatesh et al. (2012) untuk lebih meningkatkan kekuatan penjelas dari model. Oleh karena itu, untuk memprediksi kecemasan teknologi dalam konteks pelanggan mengenai sistem teknologi yang dipasang di mobil, penyelidikan ini bermaksud untuk meninjau kembali faktor-faktor yang diprediksi oleh CTAM dengan memperkenalkan kualitas layanan merek dan nilai merek untuk mengukur dan menganalisis kecemasan teknologi di antara pengemudi.

Conceptual Framework
               Sesuai dengan tinjauan literatur dan tujuan penyelidikan ini, kerangka yang diusulkan dibangun untuk menyelidiki pengaruh tidak langsung kualitas layanan merek dan nilai merek terhadap loyalitas merek, dengan peran moderasi kecemasan teknologi. Model yang diusulkan digambarkan pada Gambar 1


3.1 Relationship between Brand Service Quality and Brand Loyalty
               Es (2012) mengungkapkan hubungan positif antara kualitas layanan dan loyalitas merek dalam konteks industri komponen otomotif (misalnya, bahan dan aksesoris mobil). Penulis mengkonfirmasi dimensi kualitas layanan (yaitu, bukti fisik, jaminan, empati, daya tanggap, dan keandalan) sebagai memiliki hubungan positif dengan loyalitas merek. Namun, kualitas layanan ditemukan tidak memiliki hubungan langsung dengan loyalitas merek karena pengaruh kepuasan pelanggan terhadap hubungan tersebut. Penulis menyimpulkan bahwa keandalan kualitas layanan memegang nilai tertinggi dalam mengukur loyalitas merek.
               Selain itu, Zehir et al. (2011) meneliti hubungan antara kualitas layanan dan loyalitas merek dalam konteks merek otomotif global di Turki. Penelitian difokuskan pada pengaruh kualitas layanan dan komunikasi merek pada loyalitas merek yang dipengaruhi oleh kepercayaan merek. Para penulis menyimpulkan bahwa kualitas layanan merek berkorelasi positif dengan loyalitas merek. Di masa lalu, studi tentang loyalitas merek tidak cukup memperhatikan kualitas layanan merek (Ahmed et al., 2013; Chinomona et al., 2013). Oleh karena itu, untuk menciptakan loyalitas merek di antara pelanggan, manajer pemasaran perlu meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan mereka. Argumen-argumen ini menunjukkan bahwa kualitas layanan merek mempengaruhi loyalitas merek, yang dapat diusulkan sebagai:
               H1:  Ada hubungan positif antara kualitas layanan merek dan loyalitas merek.
               (There is a positive relationship between brand service quality and brand loyalty.)

3.2 Relationship between Brand Value and Brand Loyalty
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sugiati et al. (2013) menemukan bahwa nilai pelanggan (mis. Fungsional, emosional, sosial, layanan pelanggan, dan kewajaran harga) memiliki peran positif dan signifikan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Ini karena, nilai-nilai yang lebih baik tertanam dalam produk meningkatkan tingkat kepuasan yang menghasilkan loyalitas merek pelanggan meningkat. Namun, penulis membantah bahwa efek tidak langsung dari nilai merek pada loyalitas merek dapat dijelaskan lebih lanjut oleh kepuasan pelanggan. Demikian pula, Senel (2011) menyatakan bahwa persepsi nilai memiliki pengaruh tidak langsung pada loyalitas merek melalui kepuasan pelanggan dari konteks sektor mobil Turki. Karena ketidakberaturan dalam temuan ini, ada alasan untuk kekhawatiran karena beberapa peneliti telah menyimpulkan bahwa nilai merek memiliki pengaruh langsung pada loyalitas merek (Auka et al., 2013; Tabaku dan Kushi, 2013).
Di sisi lain, Koller dkk. (2011) menemukan bahwa nilai yang dirasakan memiliki pengaruh langsung pada loyalitas pelanggan merek, dalam konteks industri otomotif. Para penulis menyelidiki pengaruh dimensi nilai merek (yaitu fungsional, ekonomi, emosional dan sosial) pada loyalitas merek dan menyimpulkan bahwa nilai merek berdampak pada loyalitas merek dengan pengaruh penuh sub-dimensi nilai merek. Mendukung ini, penyelidikan yang dilakukan oleh Kuikka dan Laukkanen (2012) menunjukkan bahwa nilai merek memiliki pengaruh langsung pada loyalitas merek. Namun, penelitian di bidang ini telah memberikan sedikit perhatian untuk membedakan pengaruh nilai yang dirasakan dan nilai merek terhadap loyalitas merek. Oleh karena itu, penting untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan langsung antara nilai merek dan loyalitas merek, yang dapat dirumuskan sebagai:
H2:       Ada hubungan positif antara nilai merek dan loyalitas merek.
(There is a positive relationship between brand value and brand loyalty.)

3.3 The Moderator Role of Technology Anxiety
Literatur yang ada telah menetapkan bahwa kecemasan akan teknologi dapat menyebabkan pola perilaku pelanggan yang berbeda (misalnya, Khan dan Khawaja, 2013; Nsairi dan Khadraoui, 2013; Yang dan Forney, 2013; Gelbrich dan Sattler, 2014). Beberapa peneliti mengakui bahwa kecemasan teknologi akan memperkuat hubungan loyalitas merek (Khan dan Khawaja, 2013), sementara yang lain memberikan bukti pada efek dari nilai yang dirasakan dan kecemasan terhadap loyalitas merek (Nsairi dan Khadraoui, 2013). Hal ini didukung oleh Yang dan Forney (2013) yang mengakui bahwa, kecemasan teknologi memainkan peran moderasi dalam hubungan adopsi belanja sementara peneliti lain mengklaim bahwa kecemasan teknologi adalah faktor penting selama keputusan pembelian pelanggan (Osswald et al., 2012). Mouakket dan Al-Hawari (2012) menyerukan perpanjangan pada model loyalitas merek yang ada dengan mengintegrasikan kecemasan teknologi sebagai variabel moderasi dalam mengukur loyalitas merek. Mengenai studi kegelisahan akan teknologi, penelitian sebelumnya berpendapat bahwa ada hubungan langsung antara kecemasan teknologi dan niat pelanggan (Gelbrich dan Sattler, 2014) dan ini memainkan peran moderasi dalam memperkuat hubungan antara kepercayaan dan perilaku pelanggan (Hsu, 2014); kualitas layanan dan pembelian berulang (Lee et al., 2009). Dukungan empiris untuk efek moderasi kecemasan teknologi pada loyalitas merek termasuk penelitian yang dilakukan oleh Khan dan Khawaja (2013) yang menemukan kecemasan teknologi memperkuat hubungan kausal antara pemasaran hubungan pelanggan dan loyalitas merek.
Meskipun panggilan untuk pemahaman yang lebih baik dari loyalitas merek pelanggan melalui pertimbangan nilai merek dan kecemasan teknologi, konsep loyalitas pelanggan merek mungkin tidak sepenuhnya dipahami. Kekurangan terbesar adalah dalam pemahaman dan inklusi kegelisahan teknologi dalam mengukur loyalitas pelanggan merek. Banyak pengukuran kecemasan dianggap tidak mampu mengukur loyalitas merek pelanggan terutama di sektor otomotif, karena penelitian sebelumnya telah memeriksa kecemasan dari konteks gadget teknologi seperti komputer dan ponsel (misalnya Vlachos et al., 2010; Nsairi dan Khadraoui, 2013; Yang dan Forney, 2013; Gelbrich dan Sattler, 2014). Argumen-argumen ini menunjukkan efek tidak langsung kualitas layanan merek dan nilai merek pada loyalitas merek, yang dimoderasi oleh kecemasan teknologi yang dapat diusulkan sebagai:
H3a:           Semakin rendah tingkat kecemasan akan teknologi, semakin tinggi dampak layanan merek terhadap loyalitas merek
(The lower the level of technology anxiety, the higher will be the impact of brand service quality on brand loyalty)
H3b:           Semakin rendah tingkat kegelisahan teknologi, semakin tinggi pula dampak nilai merek terhadap loyalitas merek
(The lower the level of technology anxiety, the higher will be the impact of brand value on brand loyalty)

Research Methodology
Penelitian ini merupakan Investigasi eksplanatif yang bertujuan untuk mengungkapkan dan menguji hubungan antara kualitas layanan merek, nilai merek, kecemasan akan teknologi, dan loyalitas merek. Data diperoleh dengan mengelola kuesioner yang didistribusikan kepada responden yang dipilih. Responden yang dipilih adalah konsumen otomotif di Semenanjung Utara Malaysia (yaitu, Perlis, Kedah, dan Penang). Selanjutnya, sesuai dengan kerangka yang diusulkan dalam penyelidikan ini, variabel penelitian ini terdiri dari variabel eksogen (independen) termasuk brand service quality (BSQ) dan brand value (BV), variabel moderasi yang terdiri dari technology anxiety (TA) dan endogen (tergantung ) variabel yang terdiri dari brand loyalty (BL). Setiap variabel penelitian adalah variabel laten yang tidak teramati yang diukur dengan membandingkan jumlah indikator. Setiap indikator terdiri dari item yang telah dikonstruksi menjadi pernyataan. Data berada dalam skala Likert yang dilabeli oleh 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat setuju) yang menunjukkan sejauh mana kesepakatan dan ketidaksepakatan terhadap pernyataan. Data yang diperoleh kemudian dikonfirmasi untuk validitas dan reliabilitasnya melalui analisis.
Partial Least Squares (PLS) yang merupakan teknik yang telah sering diadopsi oleh penelitian sebelumnya (misalnya, Chinomona et al., 2013; Sugiati et al., 2013; Wang et al., 2013) dipekerjakan dalam penyelidikan ini untuk menganalisis model yang diusulkan. PLS telah membenarkan asumsi pada data distribusi non-normal, ukuran sampel kecil responden dan direkomendasikan untuk konstruksi yang terukur secara formal (Hair et al., 2014). Karena sampel uji coba dalam penelitian ini relatif kecil, PLS ditemukan lebih cocok untuk tujuan penyelidikan ini. Untuk menganalisis model yang diusulkan, penyelidikan ini mengikuti prosedur dua langkah untuk analisis data yang mencakup model pengukuran dan model struktural (Hair et al., 2013).
Untuk menilai model pengukuran, investigasi ini mengukur validitas konvergen dan diskriminatif. Pengukuran validitas konvergen menunjukkan kedekatan hubungan antar item dalam konstruk yang sama, sedangkan validitas konvergen menganalisa composite reliability (CR) dan average variance extracted (AVE). Peneliti dalam penelitian berbasis PLS menggunakan CR sebagai alternatif yang lebih disukai untuk alpha Cronbach untuk menguji validitas konvergen dalam model reflektif. Ini karena alpha Cronbach dapat over-atau meremehkan skala keandalan, biasanya yang terakhir (Garson, 2016). Seperti yang disarankan oleh Hair et al. (2014), nilai CR harus sama atau lebih besar dari 0,7. Namun, ada pengecualian untuk studi eksplorasi karena nilai CR harus sama atau lebih besar dari 0,6 (Chin dan Newsted, 1999). Selanjutnya, nilai AVE harus lebih besar dari 0,5 (Fornell dan Larcker, 1981; Chin dan Newsted, 1999), serta lebih besar daripada pemuatan silang, di mana faktor-faktor harus menjelaskan setidaknya setengah varians dari indikator reflektif mereka (Garson). , 2016). Oleh karena itu, hasil dalam penyelidikan ini dapat diterima ketika CR dan nilai-nilai AVE sama atau lebih besar dari 0,6 dan 0,5, masing-masing.

Result
5.1 Reliability and Validity
Model pengukuran dalam penelitian ini diimplementasikan untuk menguji validitas indikator (Hair et al., 2014); di mana loading faktor masing-masing indikator secara hati-hati diperiksa dan indikator dengan pemuatan lebih besar dari 0,7 diterima (Hair et al., 2013). Sebagai akibatnya, 9 item dengan pemuatan kurang dari 0,7 telah dihapus setelah uji coba telah dilakukan dalam rangka meningkatkan keandalan komposit atau AVE dalam komponen urutan pertama BSQ dan BV.
Analisis reliabilitas dilakukan dengan menghitung alpha Cronbach, dengan masing-masing dari tujuh langkah melebihi ambang 0,7 diperlukan untuk penelitian ini (Nunnaly dan Bernstein, 1994), mewakili pengukuran reliabilitas konsistensi internal. Investigasi ini mencapai tingkat keandalan yang tinggi karena nilai reliabilitas komposit berkisar dari 0,888 hingga 0,919, sedangkan nilai koefisien rentang alpha Cronbach dari 0,830 hingga 0,882 untuk tiga konstruk yang ditunjukkan pada Tabel 1. Semua konstruk dalam penelitian ini memperoleh tingkat keandalan komposit yang dapat diterima yang berada di atas titik potong .6 seperti yang disarankan oleh Chin dan Newsted (1999). Oleh karena itu, menunjukkan bahwa skala yang digunakan untuk mengukur dimensi untuk setiap konstruk dalam penelitian ini dapat diandalkan.
Table 1: Reliability and Validity

Note: BSQ= Brand service quality; BV= Brand value; BL= Brand loyalty; C.R= Composite Reliability; AVE= Average Variance Reliability

Selain itu, nilai maksimum koefisien jalur kuadrat adalah .5 (Hair et al., 2013), semua konstruksi yang diteliti dalam penelitian ini melebihi koefisien jalur kuadrat. Nilai-nilai untuk AVE berkisar antara 0,668 hingga 0,739 dan validitas konvergen untuk masing-masing konstruk menunjukkan loading faktor pada setiap konstruk lebih dari 0,5. Sementara itu, ukuran validitas diskriminan disajikan dalam penyelidikan ini (Tabel 2) dengan menghitung akar kuadrat AVE yang melebihi inter-korelasi konstruk dalam model yang diusulkan seperti yang direkomendasikan oleh Fornell dan Larcker (1981). Ketika menganalisis sepasang konstruk, nilai AVE untuk setiap konstruk harus lebih besar dari koefisien jalur struktural kuadrat antara dua konstruk untuk didukung oleh validitas diskriminan. Berdasarkan Tabel 2, elemen diagonal (dalam huruf tebal), yang mewakili akar kuadrat AVE, lebih besar dari elemen nondiagonal lain yang mewakili korelasi variabel laten. Oleh karena itu, ini menegaskan bahwa validitas diskriminan telah ditetapkan dalam penyelidikan ini.

Table 2: Fornell-Larcker criterion
Catatan: Elemen diagonal (dalam huruf tebal) adalah akar kuadrat dari Average Variance Extracted. Unsur nondiagonal lainnya adalah korelasi variabel laten.

5.2 Hypotheses Testing
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan pada Gambar 2, temuan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Smart PLS. Semua estimasi koefisien signifikan (p <.05) sesuai dengan arah yang dihipotesiskan. Hasil yang diperoleh mendukung semua dua (2) hipotesis. Kedua hipotesis dirumuskan menjadi positif dan signifikan. H1 dan H2 berhipotesis bahwa kualitas layanan merek dan nilai merek memiliki pengaruh tidak langsung pada loyalitas merek.
Dalam menguji hipotesis yang diajukan, koefisien jalur standar diharapkan setidaknya .2 dan lebih disukai lebih besar dari 0,3 (Chin dan Newsted, 1999). Namun, Garson (2016) menyatakan bahwa koefisien jalur adalah koefisien jalur standar di mana bobot lintasan bervariasi dari -1 ke +1. Bobot yang paling dekat dengan absolut 1 menunjukkan jalur terkuat, sedangkan berat paling dekat ke 0 menunjukkan jalur terlemah. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, bobot jalur 0,550 dan 0,395 menunjukkan bahwa kualitas layanan merek dan nilai merek memiliki efek positif pada loyalitas merek.
Akurasi prediksi model dapat diukur dengan menganalisis koefisien determinasi (R2). Seperti yang disarankan oleh Hair et al. (2014), aturan praktis pada R2 yang dapat diterima adalah 0,75, 0,50 dan 0,25, menjelaskan tingkat akurasi prediktif, moderat atau lemah masing-masing. Seperti yang disajikan pada Gambar 2, nilai R2 untuk variabel endogen adalah 0,773 menunjukkan bahwa kualitas layanan merek dan nilai merek menyumbang 77,3% dari varians dalam loyalitas merek. Berdasarkan hasil, variabel eksogen memiliki kekuatan prediktif yang kuat terhadap loyalitas merek, seperti yang dikonfirmasi oleh nilai R2 lebih besar dari ambang 0,75 disarankan oleh Hair et al. (2011).
Keandalan koefisien dalam penyelidikan ini diperoleh dari bootstrap. Sebanyak 500 resample direkomendasikan untuk tujuan eksplorasi, sedangkan jumlah yang lebih besar (5.000 resample) sesuai untuk tujuan konfirmasi (Garson, 2016). Untuk menilai signifikansi koefisien jalur, kesalahan standar, t-nilai dan p-nilai dari jalur yang dihipotesiskan dalam penyelidikan ini, metode bootstrap (500 resample) digunakan. Semua nilai tv lebih besar dari 1,96 dianggap signifikan pada tingkat 0,05, sedangkan untuk p-nilai, semua jalur signifikan ketika lebih besar dari tingkat probabilitas 0,001 (Garson, 2016). Ini memberikan dukungan untuk hipotesis dengan koefisien jalur signifikan di atas 0,2. Nilai t dan p masing-masing disajikan pada Tabel 3

Table 3: Results of structural equation model analysis
*** indicates p < .01; ** indicates p < .05 (*** menunjukkan p <.01; ** menunjukkan p <.05)

Figure 2: Measurement and Structural Model Results
Note: BSQ = Brand service quality; BV = Brand value; BL = Brand loyalty

5.3 Test of the Moderating Effect
“Variabel moderator memiliki relevansi yang tinggi karena hubungan yang kompleks biasanya tunduk pada kontinjensi” (Vinci et al., 2010).
            Namun, variabel moderator jarang diuji dalam konteks pemodelan persamaan struktural (Henseler dan Fassott, 2010). Hipotesis moderator dalam sebuah penelitian menegaskan apakah efek interaksi (yaitu, jalur c) signifikan, independen dari besarnya koefisien jalur a dan b, sesuai dengan ide yang diusulkan oleh Baron dan Kenny (1986). Selanjutnya, Henseler dan Fassott (2010) menyarankan pendekatan dua tahap PLS bagi para peneliti dalam studi berbasis PLS untuk memperkirakan efek moderasi menggunakan konstruk formatif. Skor variabel laten akan diestimasi pertama selama tahap pertama sebelum digunakan pada tahap kedua untuk menentukan koefisien fungsi regresi dengan menggunakan rumus. Model jalur PLS yang digambarkan pada Gambar 3, termasuk efek moderasinya dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
Y = a + b · X + c · M + d · (X × M)
Berdasarkan rumus matematika, Henseler dan Fassott (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa a adalah intercept, dan b dan c adalah lereng eksogen (X) dan moderator (M), masing-masing. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan bantuan moderator dan variabel interaksi terhadap variabel endogen diperkirakan dalam penyelidikan ini untuk menguji efek moderasi (lihat Gambar 3).

Figure 3: Measurement and Structural Model Results with Moderator

Note: BSQ = Brand service quality; BV = Brand value; TA = Technology anxiety; BL = Brand loyalty

Untuk menafsirkan efek moderasi dalam formatif membangun untuk penelitian berbasis PLS, ada dua langkah untuk mengikuti (Henseler dan Fassott, 2010): (1) menentukan signifikansi efek moderasi, dan (2) menentukan kekuatan moderasi efek. Pada langkah pertama, disarankan untuk melakukan bootstrapping untuk memperkirakan kesalahan standar dari parameter model (Chin et al., 2003). Model PLS juga dapat diuji menggunakan tes Chow untuk mengukur apakah koefisien jalur tertentu berbeda di seluruh kelompok (Chow, 1978). Dalam penelitian ini, kami menemukan koefisien jalur antara kualitas layanan merek dan loyalitas merek dengan peran moderasi dari kecemasan teknologi adalah .174. Ini menunjukkan bahwa kecemasan teknologi tingkat tinggi meningkatkan hubungan antara kualitas layanan merek dan loyalitas merek.
Sebaliknya, koefisien jalur antara nilai merek dan loyalitas merek dengan peran moderasi dari kecemasan teknologi adalah -0.175. Ini menunjukkan bahwa kecemasan teknologi tingkat tinggi memperlemah hubungan antara nilai merek dan loyalitas merek. Oleh karena itu, H3b didukung dalam penyelidikan ini sedangkan H3a tidak didukung. Langkah kedua dalam menafsirkan efek moderasi adalah dengan menentukan kekuatan efek moderasi.
Ini dapat diukur dengan membandingkan proporsi varian dijelaskan dalam model utama (yaitu model termasuk efek moderasi). Ide ini juga menjelaskan perkiraan parameter untuk ukuran efek. Sebagaimana dinyatakan oleh Cohen et al. (2013), peneliti dapat mengukur ukuran efek (f 2) dengan menggunakan rumus berikut:
f 2 =  R2 model with moderator – R2 model without moderator / 1 – R2 model with moderator
f 2 =  0.817 – 0.773 / 1 – 0.817
f 2 =  0.24
Efek moderat dengan ukuran efek, f 2 dari .02 dapat dianggap lemah, ukuran efek dari 0,15 dan di atas sebagai moderat, dan ukuran efek di atas .35 sebagai kuat. Oleh karena itu, ukuran efek dari perkiraan parameter dalam penyelidikan ini dianggap sebagai moderat ketika nilai f2 kurang dari 0,35 (yaitu, .24). Seperti yang dikemukakan oleh Chin (2010), "efek ukuran rendah (f 2) tidak selalu berarti bahwa efek moderator yang mendasarinya dapat diabaikan". Ini karena “bahkan efek interaksi kecil dapat berarti di bawah kondisi moderat yang ekstrim. Jika perubahan beta yang dihasilkan bermakna, penting untuk mempertimbangkan kondisi ini ”(Chin et al., 2003).

6.0 Discussion and Conclusion
Kualitas layanan merek memiliki pengaruh positif langsung yang kuat terhadap loyalitas merek, yang terjadi di atas efek tidak langsung, melalui pengurangan kecemasan akan teknologi. Ini berarti bahwa penolakan dalam menggunakan sistem teknologi yang terpasang di mobil terutama disebabkan oleh reaksi emosional para pengemudi karena mereka takut akan teknologi tetapi bukan sebagai hasil dari refleksi kognitif pada kualitas layanan merek. Dari temuan, kualitas layanan merek dan nilai merek bukanlah satu-satunya elemen penting dalam perusahaan untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan, tetapi elemen-elemen ini memegang peran penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan (Oladele dan Akeke, 2012). Ini karena perusahaan memiliki kemampuan untuk meminimalkan kecenderungan pelanggan mereka untuk berganti merek. Persepsi pelanggan yang baik pada kualitas produk dan layanan akan memuaskan dan mempertahankan pelanggan di dalam perusahaan, karena pelanggan cenderung tetap setia kepada merek saat ini yang telah mereka percaya dan kenal. Ini akan menghasilkan pangsa pasar yang lebih besar bagi perusahaan karena peningkatan loyalitas pelanggan.
Dari penyelidikan ini, itu menunjukkan bahwa tingkat kecemasan akan teknologi yang rendah mempengaruhi loyalitas merek di antara pelanggan ke tingkat yang jauh lebih besar daripada tingkat kecemasan yang tinggi. Oleh karena itu, agen pemasaran dalam industri otomotif yang ingin memasuki pasar Malaysia harus mengerahkan lebih banyak upaya untuk menyediakan pelanggan dengan informasi tentang sistem yang dipasang di mobil melalui manual instruksi sederhana dan mudah dibaca untuk mengurangi tingkat kecemasan di antara mereka. para pengemudi.
Selanjutnya, diakui bahwa model yang diusulkan dalam makalah ini terkenal di bidang pemasaran dan telah diuji pada produk dan layanan hanya di negara-negara maju. Namun, penelitian ini menjembatani kesenjangan penelitian dalam menyelidiki efek kecemasan teknologi dalam hubungan loyalitas merek, dalam konteks industri otomotif di negara berkembang seperti Malaysia. Pada saat yang sama, penelitian ini mampu memverifikasi model konseptual yang diusulkan dan menguji model di Negara Bagian Utara Peninsular Malaysia (yaitu, Perlis, Kedah dan Penang). Sangat disarankan bahwa penelitian masa depan menggunakan ukuran sampel yang lebih besar dan memeriksa variabel tambahan yang memengaruhi loyalitas merek (mis., Komunikasi merek, identitas merek, kepuasan merek, dan komitmen) untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dan lebih baik tentang loyalitas merek. Ruang lingkup studi masa depan dapat difokuskan pada generasi Y, karena generasi ini mewakili persentase besar populasi di kedua negara maju dan berkembang.

Lao Tzu

  Kata Bijak Kehidupan Lakukan hal-hal sulit selagi masih mudah & Lakukan hal-hal besar saat masih kecil. Perbuatan Besar berawal dari p...