Simbolisme Kisah Dewa Ruci
• Dewa Ruci : Manunggaling Kawula Gusti
• Air Suci Perwitasari : Ilmu Sejati, mengungkap rahasia kehidupan, sangkan paraning dumadi
• Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka :
Tikbra (rasa prihatin).
Sara (tajamnya pisau), ini melambangkan pelajaran untuk mencapai landeping cipta (tajamnya cipta).
Reksa (memelihara atau mengurusi);
Muka (wajah), melambangkan: samadi.
• Raksasa Rukmuka dan Rukmakala : Kamukten dan Kamulyan
• Ular Naga Amburnawa : sifat jahat dalam hati
Laku Menuju Ilmu Sejati
- Rila
- Legawa
- Nrima
- Anoraga: rendah hati
- Eling
- Santosa: selalu berada di jalan yang benar
- Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
- Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
- Wilujengan: menjaga kesehatan,kalau sakit diobati.
- Marsudi kawruh: selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
- Samadi.
- Ngurang-ngurangi
- Nafsu Lawwamah : dipersonifikasikan sebagai begawan Maenaka, yang melambangkan Bayu Langgeng yang berwatak hitam, warna hitam melambangkan batin dan pikiran yang gelap.
- Nafsu Sufiah : dipersonifikasikan sebagai Gajah Situbondo atau Bayu Kanitra yang berwatak kuning, melambangkan tendensi yang bisa menyebabkan seorang bisa menjadi lemah dan cepat lupa.
- Nafsu Amarah : dipersonofikasikan sebagai raksasa Joyorekso atau Bayu Anras yang berwatak merah, melambangkan kecenderungan merusak, membakar hati dan pikir.
- Nafsu Muthmainah : dipersonifikasikan sebagai Resi Hanoman atau Bayu Kinara yang berwatak putih, melambangkan sifat membimbing, mensucikan dan menuntun.
Badan, tapanya berlaku sopan santun, zakatnya gemar berbuat kebajikan.
Hati atau budi, tapanya rela dan sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk.
Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya tabah menjalani cobaan dalam sengsara dan mudah mengampuni kesalahan orang.
Nyawa atau roh, tapanya belaku jujur, zakatnya tidak mengganggu orang lain dan tidak mencela.
Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya duka diam dan menyesali kesalahan atau bertaubat.
Cahaya atau Nur, tapanya berlaku suci dan zakatnya berhati ikhlas.
Atma atau Hayu, tapanya berlaku awas dan zakatnya selalu ingat.
Kidung Rumeksa Ing Wengi
ONO KIDUNG RUMEKSO ING WENGI. TEGUH HAYU LUPUTO ING LORO. LUPUTO BILAHI KABEH. JIM SETAN DATAN PURUN. PANELUHAN TAN ONO WANI. MIWAH PENGGAWE OLO. GUNANING WONG LUPUT. GENI ATEMAHAN TIRTO. MALING ADOH TAN ONO NGARAH ING MAMI. GUNO DUDUK PAN SIRNO.
“Ada kidung rumeksa ing wengi. Menyebabkan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setan pun tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat. Guna-guna dari orang tersingkir. Api menjadi air. Pencuri pun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap”
SAKEHING LORO PAN SAMYA BALI. SAKEHING HAMA PAN SAMI MIRUDA. WELAS ASIH PANDULUNE. SAKEHING BROJO LUPUT. KADI KAPUK TIBANING WESI. SAKEHING WISO TAWAR. SATO GALAK TUTUT. KAYU AENG LEMAH SANGAR. SONGING LANDHAK GUWANING WONG LEMAH MIRING. MYANG PAKIPONING MERAK.
“Semua penyakit pulang ke tempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengenai, bagaikan kapuk jatuh di besi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.”
PAGUPAKANING WARAK SAKALIR. NADYAN ARCA MYANG SEGORO ASAT. TEMAHAN RAHAYU KABEH. APAN SARIRO AYU. INGEDERAN KANG WIDADARI RINEKSO MALAEKAT LAN SAGUNG PRO ROSUL. PINAYUNGAN ING HYANG SUKSMA. ATI ADAM UTEKKU BAGINDA SIS. PANGUCAPKU YA MUSA.
“Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua selamat. Sebab, badannya selamat, dikelilingi oleh bidadari yang dijaga oleh malaikat dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku Nabi Sis. Ucapanku ialah Nabi Musa.
NAPASKU NABI ISA LINUWIH. NABI YAKUB PAMIYARSANINGWONG. DAWUD SUWOROKU MANGKE NABI IBRAHIM NYOWOKU. NABI SULAIMAN KASEKTEN MAMI. NABI YUSUF RUPENG WONG. IDRIS ING RAMBUTKU. BAGINDA ALI KULITING WONG. ABU BAKAR GETIH DAGING UMAR SINGGIH. BALUNG BAGINDA USMAN.
Nafasku Nabi Isa yang amat mulia. Nabi Yakub pendengaranku. Nanti Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris pada rambutku. Ali sebagai kulitku. Abu Bakar darahku. Umar dagingku. Sedangkan Usman sebagai tulangku.
SUNGSUMINGSUN PATIMAH LINUWIH. SITI AMINAH BAYUNING ANGGA. AYUB ING USUSKU MANGKE NABI NUH ING JEJANTUNG. NABI YUNUS ING OTOT MAMI. NETRAKU YA MUHAMMAD. PAMULUKU ROSUL. PINAYUNGAN ADAM KAWA. SAMPUN PEPAK SAKATHAHE PORO NABI. DADYA SARIRO TUNGGAL
Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti Aminah sebagai kekuatan badanku. Nanti Nabi Ayub ada di dalam ususku. Nabi Nuh di dalam jantungku. Nabi Yunus di dalam ototku. Mataku ialah Nabi Muhammad. Air mukaku rasul, dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka, lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.”
LIR ILIR
ꦭꦶꦂꦲꦶꦭꦶꦂꦭꦶꦂꦲꦶꦭꦶꦂꦠꦤ꧀ꦢꦸꦫꦺꦮꦸꦱ꧀ꦱꦸꦩꦶꦭꦶꦂ
Lir-ilir lir-ilir tandure wus sumilir // “Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur).
ꦠꦏ꧀ꦲꦶꦗꦺꦴꦫꦺꦴꦪꦺꦴꦫꦺꦴꦪꦺꦴ
Tak ijo royo royo // Sedemikian hijau bertumbuh subur
ꦠꦏ꧀ꦱꦺꦁꦒꦸꦃꦠꦺꦩꦤ꧀ꦠꦺꦤ꧀ꦲꦚꦂ
Tak sêngguh têmantèn anyar // Bagaikan pengantin baru
ꦕꦃꦲꦔꦺꦴꦤ꧀ꦕꦃꦲꦔꦺꦴꦤ꧀ꦥꦺꦤꦺꦏ꧀ꦤꦧ꧀ꦭꦶꦩ꧀ꦧꦶꦁꦏꦸꦮꦶ
Cah angon cah angon peneknå blimbing kuwi // Anak gembala anak gembala Panjatlah pohon belimbing itu
ꦭꦸꦚꦸꦭꦸꦚꦸꦥꦺꦤꦺꦏ꧀ꦤꦏꦁꦒꦺꦴꦩ꧀ꦧꦱꦸꦃꦢꦺꦴꦢꦺꦴꦠꦶꦫ
Lunyu lunyu peneknå kanggo mbasuh dodot-irå (dodot sirå) // Walau licin panjatilah untuk membasuh pakaianmu
ꦢꦺꦴꦢꦺꦴꦠꦶꦫꦢꦺꦴꦢꦺꦴꦠꦶꦫꦏꦸꦩꦶꦠꦶꦂꦧꦺꦝꦃꦲꦶꦁꦥꦶꦁꦒꦶꦂ
Dodot-irå (dodot sirå) dodot-irå (dodot sirå) kumitir bêdhah ing pinggir // Pakaianmu pakaianmu terkoyak robek di bagian pinggir
ꦢꦺꦴꦤ꧀ꦢꦺꦴꦩꦤꦗ꧀ꦭꦸꦩꦠꦤꦏꦁꦒꦺꦴꦱꦺꦧꦩꦺꦁꦏꦺꦴꦱꦺꦴꦫꦺ
Dondomånå jlumatånå kanggo sebå mêngko sore // Jahitilah, benahilah untuk menghadap nanti sore
ꦩꦸꦩ꧀ꦥꦸꦁꦥꦝꦁꦫꦺꦩ꧀ꦧꦸꦭꦤꦺ
Mumpung padhang rêmbulane // Selagi terang rembulannya
ꦩꦸꦩ꧀ꦥꦸꦁꦗꦺꦩ꧀ꦧꦂꦏꦭꦔꦤꦺ
Mumpung jêmbar kalangane // Selagi banyak waktu luang
ꦪꦱꦸꦫꦏꦱꦸꦫꦏ꧀ꦲꦶꦪ
Yå surakå surak-iyå // Mari soraki sorakilah
- “Lir-ilir-Lir-ilir, Tandure wus sumilir , ijo royo-royo, Tak sengguh temanten anyar” mempunyai makna bagunlah bukan berarti bangun dari tempat tidur. Tetapi kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas, bangun dari kebodohan tentang tidak mengenal Allah, bangun dari sifat yang buruk penyakit hati, bangun dari kesalahan-kesalahan dan hendaknya kita senantiasa mohon ampun kepada Allah dan brdzikir untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
- “Tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak, senggo temanten anyar”. Bait ini mengandung makna jika kita telah berdzikir kita akan mendapatkan banyak manfaat bagi kita sendiri dan menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya masih dalam level pertama.
- Cah Angon-cah angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-lunyu penekno Kanggo mbasuh dodotiro. “Cah angon” ? kenapa kata yang di pilih Sunan Kalijaga adalah cah angon, bukan presiden atau para pengusaha, ini menjadi pertanyaan besar buat kita ? Sunan Kalijaga memilih kata “cah angon” karena pada dasarnya cah angon adalah pengembala, Pengembala mempunyai makna seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah. Pengembala dalam tembang disini masksudnya dapatkah kita menggembalakan dan menahan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya dan menahan hal-hal yang membuat kita akan cenderung melakukan dosa.“Penekno” ? dalam bahasa indonesia adalah “panjatlah” ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk memeluk Islam dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejek para pemimpin Islam Nabi dan Rosul dalam menjalankan syari’at Islam. Walaupun dengan penuh rintangan baik harta, benda maupun tahta dan godaan lain maka kita harus tetep bertaqwa kepada Allah.
- “Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir”, yang maknanaya Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita hindari dan kita tinggalkan, perbaiki kehidupan dan akhlak kita, seperti merajutpakaian hingga menjadi pakaian yang indah ”karena sebaik-baik pakaian adalah pakaian bertaqwa kepada Allah. Dondomono, Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore ini Pesan dari para wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu didunia baik amal baik maupun amal buruk. Maka perbaikilah dan sempurnakanlah ke-Islaman kita agar kita selamat pada hari pertanggung jawaban kelak. Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT.
- Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane Yo surako surak iyo!!! Selagi kita masih ada kesempatan, kita harus senantiasa mohon ampun kepada Allah, menahan hawa nafsu duniawi yang dapat menjermuskan kita, dan senantiasa bertaqwa kepada Allah sebagai bekal pertanggung jawaban kita kelak di akhirat. Begitulah, para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata kita, ketika usia masih menempel pada hayat kita ketika kita masih di beri kesehatan. Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai, senantiasa bersyukur dan menegakan syari’at Islam.
Wejangan kanjeng sunan Kalijaga kepada muridnya
Urip iku neng ndonya tan lami. (hidup didunia tak selamanya)
Umpamane jebeng menyang pasar.( seumpama kita pergi ke pasar)
Tan langgeng neng pasar bae.(tidak selamanya dipasar saja)
Tan wurung nuli mantuk.(tidak akan batal untuk pulang)
Mring wismane sangkane uni.(kerumah asalnya dulu)
Ing mengko aja samar.(jangan meragukan)
Sangkan paranipun.(asal usul nya)
Ing mengko podo weruha.( nanti semua orang akan tahu)
Yen asale sangkan paran duk ing nguni.(kalau asalnya dari rumah yang dulu)
Aja nganti kesasar.(jangan sampai tersesat)
Yen kongsiho sasar jeroning pati.(apalagi jika tersesat dalam hidup sebelum mati)
Dadya tiwas uripe kesasar.(maka akan sia- sia hidup jika harus tersesat)
Tanpa pencokan sukmane.(tanpa jiwa)
Separan-paran nglangut. (pergi kemana-mana)
Kadya mega katut ing angin.(seperti mega terbawa angin)
Wekasan dadi udan.(akhirnya jadi hujan)
Mulih marang banyu.(pulang kepada air)
Dadi bali muting wadag.(jadi kembali keasalnya)
Ing wajibe sukma tan kena ing pati (karena jiwa tidak akan pernah mati)
Langgeng donya akherat.(kekal abadi dunia akherat)
LUKU DAN PACUL
Sunan Kalijaga dahulu mengajari para petani di tanah Jawa dengan filosofi luku dan pacul, semua bagiannya mempunyai makna religiulitas yang dalam. Itulah cara wali songo mengajarkan kepada para petani dengan kearifan lokal, sesuai pengetahuan mereka.
- Cekelan atau pegangan. maksudnya, manusia hidup harus memiliki pegangan,atau sebagai pedoman hidup.
- Pancadan atau tumpuan. maksud symbol benda ini adalah amalan. Semua pegangan/pedoman itu harus diamalkan.
- Tandhing atau pasak. maksudnya adalah membanding-bandingkan, sebelum memutuskan secara tepat,apa pilihan yang terbaik dari berbagai macam pilihan yang ada.
- Singkal atau alat pembalik tanah. diartikan secara singkat dengan makna sing sugih akal. Kreatif, tidak mudah menyerah.
- Kajen atau mata singkal. artinya kasawijen dan berarti pemusatan. Berarti satunya pikiran,bulatnya tekad menuju satu tujuan atau cita-cita.
- Olang-aling atau penghalang. Dalam menempuh suatu tujuan atau cita-cita pasti ada ujian atau halangan yang merintangi. Halangan itulah yang harus ditaklukkan.
- Racuk atau ujung luku, berarti mengarah ke pucuk. setiap menghadapi penghalang, kita harus sabar, tawakal, dan ikhlas, kendati belum bisa meraih apa yang menjadi cita-cita kita.
Perumpamaan Cangkul (Pacul)
- Pacul (bagian yang tajam)_ “ngipatake barang kang mecucul” atau membuang bagian yang menonjol.
- Bawak (lingkaran, tempat batang Doran atau tempat gagang pacul)_Bawak berasal dari kata “obahing awak” atau bergeraknya tubuh.
- Doran (batang kayu untuk pegangan)_Doran berasal dari kata “Donga marang Pangeran” atau berdoa kepada Tuhan.
Filosofi Kehidupan Sunan Kalijaga
- ”Lamun sira menek, aja menek andha, awit lamun sira menek andha –sira ancik-ancik untu lan tekan ndhuwur, sira ketemu alam suwung. Nanging lamun sira menek, meneka wit galinggang, sira bakal ngliwati tataran, lan ngrangkul (ngrungkepi) wit galinggang. Tekan ndhuwur sira – ketemu apa? Sira bakal ketemu woh, ya wohing galinggang.
- Wohing galinggang wiwit saka ing jeroning mancung, ya kuwi manggar, sakwise kuwi dadi bluluk, terus cengkir, deghan, njur kerambil/kelapa. Perangan njaba, sira ketemu apa? Sira ketemu tepes, sing watake enteng. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu batok (tempurung) sing watake atos (teguh dalam prinsip). Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu jatine wohing galinggang. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu banyu ya banyu perwito sari. Ing sak jerone banyu, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu rasa, ya jatining rasa (rasa rumangsa). Lamun sira menek maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu janur sing tegese jatining nur, ya nur muhammad
Makna untuk Kehidupan
Wit Galingga adalah Pohon Kelapa. Kenapa pohon kelapa yang dijadikan contoh? Karena Pohon Kelapa itu mulai dari akarnya yang paling bawah sampai ujung daunnya yang disebut janur semuanya bermanfaat. Pohon Kelapa juga sangat kokoh dan kuat tidak pernah roboh.
Kalau kita memanjat Pohon Kelapa maka kita akan medapatkan buahnya. Kita akan bertanggung jawab, tidak sombong, tidak mudah jatuh, kita ikuti tataran yang ada dalam batang kelapa itu, kita akan selalu terus ke atas, kita akan memanjat dengan hati-hati sampai ke atas.
Kalau kita ingin selamat di dunia, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan- peraturan dunia yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di akhirat, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan akhirat yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di dunia dan akhirat, kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan yang berlaku di dunia dan akherat.
Buah kelapa menggambarkan secara kronologis kehidupan manusia dari mulai manggar diibaratkan janin, bluluk bermakna bayi, cengkir bermakna balita, deghan bermakna remaja, dan kerambil/kelapa bermakna dewasa. Falsafah ini memberi pencerahan makna hidup manusia yang harus dijalankan secara hati-hati, dari mulai janin sampai dewasa. Karena pada setiap tahapan tersebut bisa saja terjadi musibah dari yang kecil sampai meninggal dunia. Untuk itu kehati-hatian ini harus dijabarkan dalam mempersiapkan diri pada hidup dan kehidupan di dunia. Yaitu selalu berpegang teguh pada aturan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar selamat di dunia. Sejalan dengan itu juga berpegang teguh pada aturan keagamaan berdasarkan Al Qur’an dan hadist agar selamat di akhirat nanti. Kalau pegangan tersebut dilaksanakan secara konstisten dan konsekuen maka manusia tidak perlu gentar menghadapi takdir kematian kapan saja karena sudah siap untuk hidup dunia akhirat.
Dalam memanjat pohon kelapa, kita musti bekerja keras, hati-hati dan disiplin menelusuri tataran pohon kelapa untuk mencapai puncak hingga dapat menggapai buah pohon kelapa yang dapat diambil kemanfaatannya. Hal itu dapat kita petik hikmah bahwa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita harus memiliki niat yang baik, bekerja keras, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku – baik peraturan-peraturan dunia maupun akherat – dan hati-hati untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, kedamaian, dan kemamkmuran kita, masyarakat dan bangsa.
Implementasi filosofi ini bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menuju tercapainya kesejahteraan, ketentraman, kedamaian, dan kemakmuran rakyat serta intisarinya adalah, kita sebagai bangsa harus memiliki niat yang baik, bekerja keras, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku – baik peraturan dunia maupun akherat – dan hati-hati (tidak ceroboh) dalam menjalankan kehidupan demi tercapainya esensi rahmatan lil ’alamiin.
10 Wejangan Sunan Kalijaga
1. Urip Iku Urup
Hidup itu Nyala! Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita. Semakin besar manfaat yang bisa kita berikan, tentu akan lebih baik.
2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta Dur Hangkara
Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan tamak.
3. Sura Dira Jaya Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar.
4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-aji, Sugih Tanpa Bandha
Berjuang tanpa perlu membawa massa; menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan, kekayaan atau kekuasaan, keturunan; kaya tanpa didasari kebendaan.
5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri! Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu!
6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman
Jangan mudah terheran-heran! Jangan mudah menyesal! Jangan mudah terkejut-kejut! Jangan mudah kolokan atau manja!
7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman
Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi!
8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka
Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah! Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka!
9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendho
Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, dan indah! Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat!
10. Aja Adigang, Adigung, Adiguna
Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti!
“Aja mung seneng yen lagi darbe panguwasa, serik yen lagi ora darbe penguasa, jalaran kuwi bakal ana bebendune dhewe-dhewe. Aja mung kepengin menang dhewe kang bisa marakake crahing negara lan bangsa, kudu seneng rerembugan njaga ketentreman lahir batin”
Jangan hanya senang kalau sedang mempunyai kekuasaan, sakit hati kalau sedang tidak mempunyai kekuasaan, sebab hal itu akan ada akibatnya sendiri-sendiri. Jangan hanya ingin menang sendiri yang dapat menyebabkan perpecahan negara dan bangsa, melainkan harus senang bermusyawarah demi menjaga ketenteraman lahir-batin.
Sumber: Tipsiana, Fahrudin Faiz, Wikipedia
No comments:
Post a Comment